JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyambut positif rencana Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) meminta masukan sejumlah penyedia layanan sosial media dalam pembahasan RUU Pemilu.
Meski belum menerima permintaan dari Pansus, namun Rudiantara menilai langkah Pansus sebagai bentuk kepedulian terhadap media sosial yang mungkin dimanfaatkan untuk hal negatif.
"Kalau ada pemikiran bahwa media sosial juga dimasukan sebagai salah satu konsiderasi untuk tidak memanfaatkan media sosial secara berlebihan maupun memanfaatkannya untuk hal negatif, saling menyerang sebagainya, saya apresiasi itu," ujar Rudiantara di sela rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Namun, tanpa rencana Pansus pun, Kominfo tetap berkomunikasi dengan penyedia layanan media sosial internasional. Tak menutup kemungkinan, pihak Kominfo juga akan memfasilitasi jika Pansus ingin mengundang perusahaan-perusahaan penyedia layanan media sosial itu dalam rapat Pansus.
"Pansus kan tidak harus dalam bentuk khusus, secara informal juga kalau itu sesuatu yang jadi perhatian pasti kami akan datang," ucap pria kelahiran Bogor, Jawa Barat itu.
Ketua Pansus RUU Pemilu, Lukman Edy menuturkan, pihaknya juga berencana mengundang lima penyedia layanan sosial media untuk membicarakan soal penerapan sanksi jika para penyedia layanan tersebut menyebarkan hoax, kebencian, SARA, kampanye hitam, dan fitnah dalam tahapan Pemilu 2019.
Adapun lima penyedia layanan tersebut adalah Google, Twitter, Instagram, Yahoo, dan Facebook perwakilan Indonesia.
"Kami akan tanyakan, Kominfo sanggup enggak mengundang lima representasi layanan sosmed ini. Karena melihat fenomena begitu masifnya sosmed menebar kebencian, kemudian SARA, itu mau tidak mau ada pembatasan," ujar Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/1/2017).
Hal itu dinilai perlu dilakukan karena kemunculan akun-akun penyebar hoax sudah sangat menjamur.
Kementerian Komunikasi dan Informatika yang berwenang memblokir akun yang dianggap menebarkan kebencian, hoax, fitnah, dan SARA. Namun, akun-akun baru bermunculan.
"Diblokir, sejam berikutnya lahir lagi yang baru. Seperti zombie. Oleh karena itu kita harus cegah dari hulunya. Dari penyedia layanan sosmed itu," kata Politisi PKB itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.