JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mendukung dibentuknya Dewan Kerukunan Nasional yang disepakati saat rapat paripurna kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Rabu (4/1/2016).
Menurut dia, sulit menangani kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Apalagi, peristiwa yang terjadi puluhan tahun lalu.
"Siapa pun yang melakukan penyelidikan yang hasilnya jadi bahan untuk ditingkatkan ke penyidikan itu akan kesulitan," ujar Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (20/1/2017).
Misalnya, kata Prasetyo, untuk kasus HAM tahun 1960-an, kemungkinan jumlah saksi hidup yang bisa dimintai keterangan sangat minim. Bukti-buktinya pun dikhawatirkan sudah menghilang.
"Sementara untuk disampaikan ke persidangan harus cukup fakta bukti-buktinya, saksinya, tersangkanya, bukti lain yang mendukung fakta tersebut," kata Prasetyo.
Prasetyo mengatakan, bisa saja kasus pelanggaran HAM berat digelar di peradilan HAM ad hoc. Namun, peradilan itu belum terbentuk.
Oleh karena itu, lewat Dewan Kerukunan Nasional diharapkan kasus-kasus tersebut bisa selesai dengan pendekatan non-yudisial.
"Yang penting bagaimana bisa dituntaskan, diharapkan perkara pelanggaran HAM berat masal lalu jadi tunggakan terus menerus ini bisa diselesaikan," kata Prasetyo.
Dewan ini merupakan upaya untuk menggantikan peran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional. Pembentukan komisi tersebut ditolak Mahkamah Konstitusi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, Dewan Kerukunan Nasional akan menjadi penengah bagi konflik antarmasyarakat.
(Baca: Kerancuan Seputar Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional)
Menurut dia, bangsa Indonesia sebetulnya selalu mengedepankan musyawarah tiap kali terdapat masalah.
Lembaga-lembaga adat di Indonesia hingga kini pun selalu bermusyawarah. Namun, karena Indonesia mengadopsi undang-undang dari Eropa, maka berbagai kasus yang ada di masyarakat selalu dilarikan ke proses peradilan.
"Di sini yang kami inginkan, begitu ada kasus diselesaikan dulu dengan cara-cara non justisia, bukan dengan cara-cara konflik di pengadilan," ucap Wiranto.
Namun, Direktur Eksekutif Human Rights Group (HRWG) Muhammad Hafiz menganggap, pembentukan Dewan Kerukunan Nasional berpotensi menghambat kebijakan reformasi bidang hukum yang menjadi prioritas Presiden Jokowi.
(Baca: Pemerintah Akan Bentuk Dewan Kerukunan Nasional)
Konsep Dewan Kerukunan yang dimaksud pemerintah seolah ingin mengenyampingkan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi.
Menurut dia, penyelesaian konflik dengan cara musyarawah harus dibarengi dengan penegakan hukum sebagai landasan utama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.