Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P Anggap Petisi Pembubaran Partainya Konyol dan Cari Perhatian

Kompas.com - 11/01/2017, 18:10 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi diminta membubarkan PDI Perjuangan karena mengusung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2017.

Tuntutan itu disampaikan dalam petisi di situs Change.org oleh netizen bernama Abyan Karami.

Abyan Karami memakai alasan kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok.

"Bubarkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) karena sudah melanggar UUD 45. partai politik secara langsung ikut melanggar konstitusi dan Pancasila jika tetap mengusung dan membela penista agama. konsekuensi tegas bagi partai pendukung yang telah melanggaran ketentuan UUD 1945 dan Pancasila, layak dibubarkan," demikian isi petisi.

Dalam petisi itu ditampilkan foto Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri ketika bersama Ahok.

Hingga Rabu (11/1/2017) pukul 18.00 WIB, petisi itu mendapat tandatangan sekitar 17.000 netizen sejak dibuat dua hari lalu.

Situs Change.org Petisi untuk Mahkamah Konstitusi agar membubarkan PDI Perjuangan.
Kasus Ahok masih diproses di pengadilan dengan agenda pemeriksaan para saksi. Dengan demikian, Ahok masih berstatus sebagai terdakwa yang belum terbukti menoda agama.

Meski berstatus terdakwa, Ahok masih sah sebagai calon gubernur DKI berdasarkan aturan perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 9 tahun 2015 tentang Pencalonan pemilihan kepala daerah diatur soal pembatalan peserta.

Pasal 88 disebutkan, pasangan calon kepala daerah dapat dibatalkan sebagai peserta oleh KPU jika pasangan calon terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat lima tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebelum hari pemungutan suara.

Tak ada pula aturan yang dilanggar parpol untuk tetap mengusung Ahok saat ini. Ahok diusung empat parpol, yakni PDI-P, Partai Golkar, Partai Nasdem dan Partai Hanura.

Bahkan, dalam UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada diatur sanksi bagi parpol yang menarik dukungan terhadap pasangan calon.

Dalam Pasal 191 disebutkan "Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik pasangan calonnya dan/atau pasangan calon perseorangan yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana  penjara paling singkat  24 bulan dan paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar."

Halusinasi

Ketua DPP PDI-P Hendrawan Supratikno menganggap petisi tersebut konyol, halusinasi berat dan hanya mencari perhatian.

Ia menyinggung sejarah panjang PDI-P selama 44 tahun yang sudah memenangi Pemilu 1999 dan 2014 serta memenangi pengusungan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014.

"Jadi rekam jejaknya adalah pengabdian untuk bangsa. Kalau tiba-tiba ada orang buat petisi untuk membubarkan partai ini, kan ilusi dan halusinasi kadar berat," kata Hendrawan di Jakarta, Rabu.

Hendrawan mengatakan, pihaknya tak ingin menghabiskan energi untuk mengurusi hal seperti itu.

"Ini orang cari panggung, minta perhatian. Cita-cita berdemokrasi bukan seperti ini. Demokrasi kita untuk membangun peradaban, berprikemanusiaan dan berprikeadilan," kata dia.

Kompas TV Pengacara: Para Pelapor Tak Nonton Lengkap Video Ahok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com