JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap 40 orang seusai penggeledahan di Klaten, Jawa Tengah.
Penggeledahan di enam lokasi itu terkait kasus dugaan suap penempatan pejabat daerah di Kabupaten Klaten.
"Selamat dua hari pada tanggal 3-4 Januari 2017 dilakukan pemeriksaan sekitar 40 saksi secara maraton," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/1/2017).
Menurut dia, sebagian dari saksi itu bersedia membuka informasi yang dibutuhkan oleh penyidik.
Meski demikian, Febri tidak menyebutkan identitas saksi tersebut.
Pada Minggu (1/1/2017) lalu, penyidik KPK menggeledah rumah dinas Bupati Klaten Sri Hartini.
Penyidik KPK menemukan sejumlah dokumen dan uang. Menurut Febri, di dalam lemari yang diduga kamar Andi Nugroho, anak Sri Hartini, penyidik KPK menemukan uang Rp 3 miliar.
Selain itu, di dalam lemari Sri Hartini penyidik KPK menemukan uang sekitar Rp 200 juta.
"Uang yang ditemukan saat penggeledahan lebih banyak daripada yang ditemukan pada saat operasi tangkap tangan," ujar Febri.
Selain di rumah dinas Sri Hartini, penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di dua lokasi lainnya, yaitu rumah pribadi Sri Hartini dan rumah saksi.
Namun, Febri tidak menjelaskan siapa saksi yang dimaksud.
Febri mengatakan, pada hari Senin (2/1/2017), penyidik KPK melakukan penggeledahan di tiga lokasi yaitu Kantor Bupati Klaten, Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan Kantor Inspektorat Pemkab Klaten.
Sri tertangkap tangan bersama tujuh orang lainnya pada Jumat (30/12/2016).
Dari delapan orang yang ditangkap, KPK hanya menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu Sri dan Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, Suramlan.
Sementara itu, enam orang lainnya dilepaskan usai diperiksa selama 1 x 24 jam.
Keenam orang itu terdiri dari tiga pegawai negeri sipil, yaitu Nina Puspitarini, Bambang Teguh, dan Slamet, dan tiga swasta bernama Panca Wardhana, Sukarno, dan Sunarso.
Penyuapan tersebut berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.
Atas perbuatannya, Sri dikenakan Pasal 12 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara Suramlan sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.