Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fadhly Azhar
Pengamat

Kabid Keagamaan HMPI (Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia) serta aktif dalam Jaringan Kedaulatan Rakyat Forum Sekolah Bersama.

Spirit Keagamaan dan Iman Kebangsaan

Kompas.com - 16/11/2016, 13:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Bermula dari kegelisahan-kegelisahan terhadap perilaku beragama secara dogmatis dan over determinan eksklusif, tulisan ini disajikan karena berasal dari ketidakberdayaan spirit keagaman yang hingga hari ini belum menawarkan solusi apapun untuk berbagai persoalan bangsa.

Peran spirit keagamaan dalam kerukunan umat beragama, meritokrasi politik, riset, dan pemberdayaan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara menjadi ranah yang selalu termarginalkan dan tersingkirkan oleh publikasi kekuasaan dan absurditas klaim kebenaran yang sudah semakin menguat bahkan massif terjadi.

Akhirnya, di tingkat akar rumput, spirit keagamaan hanya hadir di tengah-tengah masyarakat dalam bentuk jargon doktrinasi serta berlindung di balik slogan tanpa hakikat. Secara de facto, spirit keagamaan hari ini masih berinteraksi tanpa substansi iman kebangsaan dan kedaulatan rakyat.

Bermula dari HOS Tjokroaminoto (1926) yang mengatakan bahwa hijrah kebangsaan mensyaratkan tiga hal, yaitu semurni-murni tauhid, setinggi-tinggi ilmu dan secerdas-cerdas siasat.

Bung Karno (1940) dalam tulisannya berjudul Islam Sontoloyo menguatkan apa yang dikatakan Tjokroaminoto sebelumnya bahwa umat Islam perlu mengambil api Islam dan hendak meninggalkan abunya.

Api Islam yang dimaksud Soekarno adalah universalitas agama dalam berbagai aspek kehidupan dan ilmu pengetahuan. Menurut Bung Karno, agama harus hadir mengejar zaman agar menjadi gemilang kembali.

Yudi Latif (2016) dalam pidatonya di Sosialisasi Empat Pilar MPR RI pada tanggal 2 September 2016 juga menyatakan bahwa Pancasila adalah spirit umat Islam dan umat beragama lainnya, yang bermula pada ketuhanan hingga diakhiri dengan keadilan sosial.

Dari semua yang dikatakan oleh tokoh kebangsaan, dapat dirangkum bahwa Islam dan agama lainnya perlu melakukan interkoneksi nilai ruhiyahnya terhadap berbagai perspektif ilmu pengetahuan lainnya dalam rangka menyelesaikan persoalan kebangsaan dan menjadi iman kebangsaan yang dapat menyertai manifesto politik kebangsaan kita.

Manifesto kebangsaan dan iman keberagaman

Pondasi kebangsaan kita bermula dari pidato Bung Karno yang berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita" pada tanggal 17 Agustus 1959. Bung Karno mengenalkan Manifesto Politik Republik Indonesia yang salah satunya berisikan dasar, tujuan dan kewajiban-kewajiban Revolusi Indonesia.

Dalam ranah dasar manifesto politik, Bung Karno berpendapat bahwa politik kebangsaan kita berdasarkan pada konsepsi the social conscience of man (sesuai dengan hati nurani kemanusiaan) yaitu keadilan sosial, kemerdekaan individu dan kemerdekaan bangsa (masyarakat adil, makmur jasmaniah dan rohaniah).

Dari dasar konsepsi manifesto politik kebangsaan kita tersebut, kita sudah dapat menggambarkan bahwa agama masuk menyokong iman kebangsaan kita.

M. Natsir dalam perumusan Pancasila di tahun 1945 berpendapat bahwa ruh agama dalam Pancasila tidak bisa memisahkan diri dari konsepsi negara.

Agama harus hadir menginternalisasikan dalam negara dan bangsa agar prinsip ketuhanan tidak hilang dari iman kebangsaan itu sendiri (Anhari, 1977) hingga dalam perjalanannya kemudian muncullah sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dalam konsepsi negara Pancasila.

Ketuhanan Yang Maha Esa adalah titik kovergen dimana umat beragama dari berbagai ajaran moral, kemanusiaan, berniat untuk membangun serta spiritualitas kebangsaan itu sendiri secara substansial.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com