Beberapa pertimbangan dari segala indoktrinasi kebangsaan kita yang telah saya paparkan sebelumnya, maka spirit keagamaan dalam rangka merajut iman kebangsaan perlu memperhatikan beberapa hal:
Pertama, hendaknya spirit keagamaan jangan memisahkan doktrin keagamaan dengan doktrin kebangsaan Republik Indonesia yang sebenarnya tanpa disadari telah terbukti mengakomodir nafas spiritualitas agama dalam Pancasila dan UUD 1945.
Ini menunjukkan bahwa agama dan Negara dalam konteks kebangsaan merupakan satu-kesatuan jalinan yang bersifat mutualistik. Hal Ini telah dikuatkan dalam konstitusi UUD 1945 yang dirumuskan menjadi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa".
Kedua, spirit keagamaan perlu lebih progresif untuk tidak memfokuskan dirinya dalam narasi yang sangat kecil seperti memusingkan diri hadir sebagai antitesa paham-paham sesat dan penistaan Agama.
Narasi penjajahan kolonialism modern adalah narasi besar yang dapat mempengaruhi politik, budaya, sains dan sosial dalam konteks kebangsaan.
Perlu diketahui, bahwa lahirnya paham-paham sesat atau penistaan agama bisa jadi muncul karena adanya infiltrasi penjajahan modern yang semakin hari menghantui kita dalam bentuk dan varian yang makin baru.
Ketiga, spirit keagamaan dalam politik kebangsaan harus menawarkan tawaran strategis yang sistematik, efektif dan terukur terhadap berbagai persoalan bangsa.
Spirit keagamaan dalam hal ini perlu menciptakan konsep kepemimpinan yang mempunyai arah dan langkah perjuangan serta dapat mendorong cita-cita masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termaktub dalam tujuan manifesto politik Republik Indonesia.
Hal tersebut bisa dikuatkan melalui pembentukan standar kompetensi politik partai keagamaan yang merupakan embrio dari meritokrasi politik dalam rangka melepaskan diri dari politik oligarki dan feodalisme rente birokrasi dan politik.
Keempat, spirit keagamaan secara langsung maupun tidak langsung harus hadir menciptakan kaum-kaum muda progresif melalui dukungannya terhadap pengembangan riset, penelitian intelektual dan pemberdayaan kaum muda yang butuh hak-hak pendidikan.
Kaum-kaum muda progresif ini akan hadir dalam kontestasi politik dalam perwakilan kaum intelektual untuk mewujudkan sila ke-empat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh “hikmat-kebijaksanaan” dalam permusayarawatan perwakilan.
Hikmat-kebijaksanaan dalam hal ini yaitu kaum arif-intelektual yang mempunyai gagasan progresif, sistematis, dan terukur untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.
Kelima, spirit keagamaan harus secara progresif melakukan pemberdayaan masyarakat miskin dan kaum menengah ke bawah untuk dapat menyadarkan secara sosial, politik maupun ekonomi melalui jejaring kaum muda pergerakan yang selama ini sudah banyak tersedia di berbagai lapisan masyarakat dan kampus.
Keenam, spirit keagamaan perlu secara kritis menyikapi berbagai persoalan kemanusiaan agar dapat menjadi spirit keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Maka, spirit keagaman perlu secara konkrit hadir dalam sebagai solusi terhadap persoalan HAM, eksploitasi sumber daya alam, dan tuntutan terhadap hak-hak publik.