JAKARTA, KOMPAS.com - Keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu saat ini dinilai masih sangat rendah.
Saat ini, hanya satu orang perempuan yang menjadi komisioner di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2012-2017.
Padahal, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu telah mengamanatkan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen dalam keanggotaan KPU dan Bawaslu.
Wakil Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI Anna Magret mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi kendala rendahnya jumlah anggota perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu.
Salah satunya, ada ketidaksetaraan terhadap perempuan dalam proses pendaftaran.
"Ketidaksetaraan ini bahkan dimulai sejak proses awal, yakni dalam membuat keputusan untuk mendaftarkan diri sebagai penyelenggara pemilu di tingkat nasional," ujar Anna, saat diskusi 'Meningkatkan Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Penyelenggara Pemilu', di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/11/2016).
Perempuan, kata Anna, cenderung dihadapkan pada sejumlah pertimbangan yang lebih rumit terkait karirnya di ranah publik.
Perempuan dituntut untuk berada di ranah domestik dengan perannya sebagai istri dan ibu rumah tangga.
"Pengambilan keputusan bagi perempuan untuk ikut mendaftar sebagai komisioner di tingkat nasional menjadi lebih peli dibandingkan laki-laki," ujar Anna.
Selain itu, perempuan umumnya memiliki jejaring yang lebih terbatas dibandingkan laki-laki.
"Akses informasi yang tidak sama akibat sebaran wilayah tempat tinggal dan ketimpangan infrastruktur menjadi kendala tersendiri bagi perempuan," kata dia.
Anna mengatakan, dua kendala tersebut berkontribusi pada minimnya pengalaman dan pengetahuan perempuan tentang kepemiluan.
Menurut Anna, seluruh kendala tersebut tidak diakomodasi dalam peraturan yang ada saat ini.
Sebab, muncul anggapan bahwa perempuan dan laki-laki telah diberikan akses dan peluang yang sama untuk mendaftar sebagai penyelenggara pemilu.
Untuk itu, Anna merekomendasikan pemerintah dan DPR mengkaji dan menghasilkan peraturan tentang rekrutmen penyelenggara pemilu.
"Ini dimaksudkan agar peraturan yang ada lebih aksesibel bagi pendaftar perempuan," kata Anna.
Ia juga meminta agar tim seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu memastikan proses dan hasil seleksi memenuhi keterwakilan perempuan sesuai UU No. 15 Tahun 2011.
"Masyarakat juga harus memantau, mengawal, dan mendukung proses seleksi yang transparan dan adil bagi perempuan," tambah Anna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.