JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivisme politik berbasis media sosial (aktivisme klik) di Indonesia dinilai mulai mengalami pergeseran tujuan.
Aktivisme yang ada saat ini tidak lagi digunakan sebagai gerakan politik masyarakat untuk memengaruhi kebijakan pemerintah.
Peneliti Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati mengatakan, saat ini aktivisme tersebut cenderung digunakan sebagai upaya mendominasi opini publik dalam kontestasi politik di Indonesia.
"Aktivisme klik menjadi arena alternatif dalam melakukan dominasi suatu kelompok terhadap kelompok lain," ujar Wasisto di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta, Senin (14/11/2016).
Wasisto menuturkan, kondisi ini disebabkan berubahnya fungsi media sosial sebagai wahana ekspresi personal.
Netizen, kata Wasisto, kerap membicarakan isu personal sebagai upaya pengakuan diri secara kolektif di media sosial.
"Penggunaan medsos kini sifatnya normatif dan lebih ke arah ekspresi emosional dan kolektif," kata Wasisto.
Ketika terjadi kontestasi politik, kondisi tersebut rupanya menyebabkan terjadinya perang kepentingan personal netizen yang diungkapkan secara reaksioner dan emosional.
"Oleh karenanya sikap saling serang dan hujat-menghujat di sosial media semakin meninggi," kata Wasisto.
Kondisi ini, lanjut Wasisto, juga mengakibatkan munculnya polarisasi dalam aktivisme politik di media sosial.
Netizen berupaya menciptakan kelompok berdasarkan kesamaan pendapat, isu, dan identitas untuk memisahkan diri dari kelompok berseberangan.
"Netizen juga berupaya menggalang pengaruh dari publik awam menggunakan wacana ofensif terhadap wacana yang eksis," kata Wasisto.
Untuk mengatasi masalah tersebut, kata Wasisto, pengedepanan sebuah norma berperilaku dalam media sosial menjadi penting.
Ini dimaksudkan agar berbagai ekspresi personal yang diutarakan di media sosial bisa tereduksi sehingga tak menimbulkan konflik.
"Dengan demikian aktivisme klik tetap kembali berfungsi sebagai saluran alternatif terhadap pembangunan representasi politik di Indonesia," kata Wasisto.