JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Hanafi Rais mengatakan, pemberantasan terorisme membutuhkan suatu lembaga setingkat kementerian.
Hal itu, kata Hanafi merupakan usulan dari mayoritas anggota Pansus.
Sebab, kata Hanafi, kini Pansus berpandangan bila pemberantasan terorisme juga membutuhkan peran TNI yang tak lagi sebatas Bantuan Kendali Operasi (BKO).
Hal itu khususnya bagi kasus yang membutuhkan kemampuan perang hutan seperti di Tinombala.
"Jadi di Pansus memang muncul usulan untuk menjadikan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menjadi badan setingkat menteri," ujar Hanafi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Menurut Hanafi, BNPT sejatinya memiliki fungsi koordinasi dalam pemberantasan terorisme jika diberi kewenangan seperti kementerian.
Terlebih, pelibatan TNI dalam tugas di luar perang sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI membutuhkan keputusan politik dari presiden.
Karena itu, bila BNPT diangkat menjadi lembaga setingkat menteri, ia bisa langsung berkoordinasi dengan presiden.
Hanafi menambahkan, BNPT diusulkan agar menjadi sektor yang memimpin. Nantinya, BNPT membawahi gabungan pasukan pemberantasan terorisme yang terdiri dari Polri dan TNI.
Namun, lanjut Hanafi, agar pelibatan TNI tetap sesuai undang-undang, akan dibuat aturan lebih detail dalam Undang-Undang Antiterorisme yang baru.
"Nanti semua akan diatur sedetail mungkin dalam undang-undang yang baru, termasuk bila nantinya BNPT diangkat menjadi setingkat menteri dan juga tentang pelibatan TNI agar sesuai dengan Undang-Undang TNI," kata dia.