Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi II Sepakat Cegah Penundaan Pemilihan dalam Pilkada Serentak

Kompas.com - 11/10/2016, 08:34 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan pihaknya sepakat untuk mencegah penundaan pemilihan suara akibat keluarnya putusan hukum di tengah jalan sebelum memasuki masa pemilihan.

Penundaan pilkada terjadi di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, tahun lalu.

Penundaan akibat adanya gugatan yang diajukan pasangan bakal calon Surfenov Sirait-Parlindungan Sinaga atas keberatan pencoretan kepesertaannya oleh KPU Pematangsiantar.

"Belajar dari Pematangsiatar yang hingga kini pilkadanya belum berjalan, kan enggak bagus seperti itu karena situasi politiknya terus terkatung-katung. Komisi II sudah satu suara untuk mencegah munculnya penundaan agar semua pilkada berlangsung serentak," kata Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/10/2016).

Lukman mengatakan untuk mencegah munculnya penundaan akibat adanya gugatan sebelum memasuki masa pemungutan suara bisa mengacu pada salah satu pasal di Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

Tepatnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa berpedoman pada pasal 154 ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut: "Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi atau KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai keputusan tentang penetapan pasangan calon peserta Pemilihan sepanjang tidak melewati tahapan paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sebelum hari pemungutan suara."

Namun dalam rapat penyusunan peraturan Bawaslu (PerBawaslu) Jumat (7/10/2016) kemarin, Komisi II dan Bawaslu belum menemui titik kesepakatan dalam hal pencegahan penundaan pemungutan suara.

"Saya rasa yang belum sepakat soal pencegahan penundaan bukan di Komisi II tetapi di Bawaslunya, mudah-mudahan rapat berikutnya sudah mebcapai titik kesepakatan," tutur Lukman.

Dalam rapat sebelumnya Ketua Bawaslu Muhammad menyatakan penggunaan pasal 154 ayat 12 harus masih harus dipertimbagkan lagi.

"Perlu dipikirkan juga bila putusan Bawaslu menyatakan tidak bersalah lantas pihak penggugat membawanya hingga ke MA dan putusan MA menyatakan bersalah, ini penyikapannya harus seperti apa," kata Muhammad.

"Terlebih kalau tergugat dinyatakan melakukan politik uang oleh MA, apa iya tetap diabaikan putusan MA itu, ini masih harus dibahas lagi."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com