JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah menyelesaikan rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum sebagai landasan pelaksanaan Pemilihan Presiden 2019 mendatang.
Salah satu aturan baru yang menjadi sorotan adalah penggunaan hasil Pemilu Legislatif 2014 sebagai syarat bagi parpol mengusung pasangan calon di Pemilu Presiden 2019.
Berdasarkan draf RUU Pemilu yang didapatkan Kompas.com dari Komisi II DPR, ketentuan baru ini diatur dalam Pasal 190 yang berbunyi: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."
Jumlah ambang batas yang diatur dalam UU baru ini sama persis dengan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden.
Hanya saja, dibuat ketentuan baru dalam frasa 'periode sebelumnya'.
(Baca: Meski Dirugikan, Golkar Tak Buru-buru Tolak RUU Pemilu Usulan Pemerintah)
Sementara, dalam pasal 192, dibuat juga aturan baru bahwa bagi parpol yang belum mengikuti pemilu legislatif periode sebelumnya, wajib bergabung dengan partai lama jika ingin mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Namun, parpol baru tersebut tidak bisa berkontribusi menyumbangkan kursi atau suara untuk membantu koalisinya melewati ambang batas yang sudah ditetapkan.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya mengatakan, ketentuan baru ini dibuat karena berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden mulai 2019 digelar secara serentak.
Dengan demikian, maka hasil pileg di tahun yang sama tidak bisa lagi dijadikan dasar persyaratan bagi parpol untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.
Partai baru protes
Namun, aturan yang diusulkan pemerintah ini diprotes oleh partai baru karena menghalangi mereka untuk turut mengusung capres pada 2019.
(Baca: Fadli Zon: Sebaiknya Perdebatan RUU Pemilu di DPR, Bukan di Pemerintah)
Sekjen Partai Idaman Ramdansyah mengatakan, usulan pemerintah itu akan bertentangan dengan konstitusi apabila disetujui DPR dan menjadi undang-undang.
Partai Idaman akan menunggu terlebih dahulu pembahasan revisi UU Pemilu di DPR.