Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto Anggap Saat Ini Pemerintah Melawan Terorisme dengan Tangan Diikat

Kompas.com - 27/09/2016, 15:50 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto berharap revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang tengah dilakukan di DPR bisa memperkuat upaya penanggulangan terorisme.

Pasalnya, menurut Wiranto, saat ini Pemerintah, khususnya aparat penegak hukum, tidak memiliki payung hukum yang kuat sehingga tidak bisa melakukan tindakan apapun sebelum teror terjadi.

"Kembali saya minta revisi UU terorisme itu menjadi senjata bagi aparat keamanan atau bagi kita semua untuk melawan terorisme. Kalau kita tidak ada satu senjata atau payung UU yang ekstra untuk melawan mereka (teroris) sama saja kita melawan dengan tangan diikat," ujar Wiranto saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (27/9/2016).

Wiranto mengatakan, hampir di seluruh negara menghadapi persoalan terorisme secara global.

Terorisme yang berakar pada ajaran radikalisme selalu tumbuh di daerah yang lekat dengan masalah kemiskinan, marjinalisasi dan kesewenang-wenangan.

Di sisi lain, kata Wiranto, aksi teror yang terjadi membawa dampak yang merugikan terhadap seluruh sektor.

Apalagi, Pemerintah saat ini sedang berupaya membangun sektor perekonomian.

Oleh sebab itu, Wiranto mengimbau seluruh masyarakat agar ikut membantu Pemerintah dalam menanggulangi terorisme dan radikalisme.

"Akar radikalisme itu kemiskinan, termarjinalkan dan kesewenang-wenangan. Itu yang harus dihindari. Dampak dari itu akan dihadapi seluruh bangsa. Maka sebelum terjadi, kita sama-sama mendukung, bekerja sama melawan itu," kata Wiranto.

Sementara itu, Anggota Panitia Khusus (Pansus) Terorisme, Arsul Sani pernah mengatakan, ada beberapa pasal yang dipermasalahkan dalam pembahasan revisi oleh setiap fraksi di DPR.

Misalnya, terkait sanksi pencabutan kewarganegaraan bagi pihak yang terlibat tindak pidana terorisme.

Pasal 46A draf revisi menyatakan bahwa warga negara Indonesia yang melakukan pelatihan militer, pelatihan paramiliter, pelatihan lainnya, dan/atau ikut perang di luar negeri untuk tindak pidana terorisme, pejabat yang berwenang mencabut paspor dan menyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Itu disoroti tidak tepat. Paling jauh pencabutan paspor saja. Apalagi kalau pencabutan kewarganegaraan itu menyebabkan stateless," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/8/2016).

Selain itu, Pasal 43B terkait pelibatan TNI juga dianggap bermasalah. Pasal 43B ayat (1) draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyebutkan bahwa kebijakan dan strategi nasional penanggulangan tindak pidana terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme.

Adapun Pasal 43B ayat (2) menyatakan peran TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan bantuan kepada Polri.

Arsul menambahkan, ada pula usulan untuk memperkuat fungsi pengawasan mengingat ada sejumlah kasus terorisme yang tak jelas penyelesaiannya seperti kasus terduga teroris Siyono.

"Nah, sekarang identifikasi masalah itu dituangkan dalam bentuk semua fraksi menyerahkan DIM yang harus diserahkan di akhir Oktober," kata Politisi PPP itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com