Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tafsir "Bebas" Tatib DPD Jelang Pemilihan Pengganti Irman Gusman

Kompas.com - 21/09/2016, 09:18 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) resmi memberhentikan Irman Gusman sebagai Ketua. Keputusan tersebut diambil dari hasil rapat pleno Badan Kehormatan DPD RI yang dipimpin Andi Mappetahang Fatwa, Senin (19/9/2016) malam.

Pucuk pimpinan lembaga tersebut ditangkaptangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu (17/9/2016) dini hari dan langsung ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus suap pada hari yang sama.

DPD sempat dirundung duka mendalam. Sebab, kejadian tersebut merupakan kali pertamanya seorang Anggota DPD tersangkut kasus korupsi. Meski begitu, duka di tubuh DPD tak berlangsung lama dan proses pemberhentian Irman tetap berjalan.

Dalam sidang paripurna DPD, Selasa (20/9/2016) dibacakan tentang hasil rapat pleno BK bahwa Irman resmi dicopot. Laporan tersebut hanya dibacakan, bukan untuk dimintai persetujuan.

(Baca: DPD Upayakan Pergantian Irman Gusman Segera Dilakukan)

Ketua BK A.M. Fatwa membacakan surat keputusan BK tentang pemberhentian Irman dari jabatannya.

Dalam sidang paripurna juga dipaparkan, bahwa pemberhentian Irman didasarkan pada Pasal 52 ayat (3) huruf c Tata Tertib DPD yang menyatakan bahwa pimpinan DPD dapat diberhentikan karena berstatus tersangka dalam perkara pidana.

Dasar lainnya adalah Pasal 119 tatib DPD ayat (4) menjelaskan dalam hal ditemukan terdapat indikasi pelanggaran dan atau diperoleh informasi tentang penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, Badan Kehormatan menyampaikan keputusan tentang penonaktifan pimpinan dimaksud (5).

Dalam hal ini jika pimpinan melakukan pelanggaran dan/atau dinyatakan sebagai tersangka oleh pejabat penegak hukum, pimpinan dimaksud diberhentikan dari jabatannya.

Tidak satu suara

Meski sidang berlangsung panas, dihujani interupsi dan diwarnai gebrakan meja sang Ketua BK, namun pimpinan DPD pada akhirnya menegaskan bahwa laporan BK tersebut hanya untuk dilaporkan, bukan untuk dimintai persetujuan. Sehingga, perdebatan seharusnya tak perlu terjadi.

"Kami tidak dalam kapasitas memberi persetujuan. Ini (keputusan BK) final dan mengikat," tutur Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad.

Emosi sejumlah anggota DPD yang awalnya mendebat keputuaan tersebut akhirnya mereda sebab pimpinan DPD menjanjikan rehabilitasi terhadap Irman bisa dilakukan jika praperadilan nanti dimenangkan Irman dan ia dinyatakan tak bersalah. Ketentuan mengenai rehabilitasi juga diatur dalam tatib DPD.

Namun, ditemui seusai sidang, Wakil Ketua DPD GKR Hemas justru menganggap SK BK DPD yang dibacakan dalam sidang hanya merupakan keputusan BK DPD, bukan keputusan lembaga. Keputusan BK DPD tersebut, menurut Hemas, masih bisa dianulir, yang berarti belum bersifat final.

"Itu kan keputusan BK. Bukan paripurna DPD," tutur Hemas.

(Baca: "Hujan" Interupsi, Pimpinan DPD Akhirnya Terima Surat KPK soal Irman Gusman)

Sementara itu, Anggota DPD RI dari Sulawesi Barat Asri Anas berpendapat lain lagi. Ia amat meyakini bahwa keputusan pemberhentian Irman yang dibacakan pada sidang paripurna hanya bersifat pemberhentian sementara.

Jika Irman nantinya terbukti bersalah dalam proses praperadilan, baru lah pergantian dilakukan. Asri pun membantah jika keputusan BK DPD final dan mengikat.

Menurutnya, BK DPD berbeda dengan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Untuk DPD, kata Asri, harus ada keputusan sidang paripurna baru dikatakan final dan mengikat.

"Teman-teman bacanya pasalnya berdiri sendiri. Tidak dibaca antara satu pasal dengan yang lain. Diberhentikan sementara harusnya. Pasal lain mengatakan posisinya harus inkrah," ujar Asri.

Jika praperadilan memenangkan Irman dan ia dinyatakan tak bersalah, maka Asri menilai Irman dapat kembali lagi ke posisinya.

"Kalau misalnya putusannya tidak bersalah, bisa dong dia kembali," kata dia.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com