JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR Yandri Susanto mengatakan, peristiwa penangkapan Ketua DPD Irman Gusman oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu (17/9/2016) lalu, seharusnya tidak dihubungkan dengan wacana penguatan wewenang DPD.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai, keduanya tak memiliki hubungan.
Menurut Yandri, apa yang dilakukan Irman merupakan inisiatif pribadi, bukan lembaga.
Pasca penangkapan Irman, muncul wacana penguatan wewenang DPD agar lebih dari sekadar memberikan pertimbangan dalam proses legislasi, penganggaran, dan pengawasan.
"Saya harap publik bisa membedakan. Tertangkapnya Pak Irman tidak ada hubungannya dengan kewenangan DPD. Karena itu jangan dihubungkan dengan wacana penguatan wewenang DPD," kata Yandri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/9/2016).
Yandri menambahkan, penguatan dan penambahan kewenangan DPD tidak dilihat dari peristiwa tertangkapnya pimpinan lembaga tersebut.
Suap yang diterima Irman diduga karena menjanjikan rekomendasi kuota gula impor kepada seorang pengusaha.
Yandri menilai, saat ini DPD sudah berperan optimal dalam menjalankan proses perwakilan politik di Indonesia.
"Jadi tidak ada hubungannya dengan kasus Pak Irman. Kalau ternyata logis ya bisa diperkuat dan ditambah kewenangannya, kalau ternyata tidak logis ya tetap seperti ini," papar Yandri. \
Sebelumnya, Irman terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK di rumah dinasnya di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, Sabtu (17/9/2016) dini hari.
Irman diduga menjanjikan kuota gula impor kepada seorang pengusaha yang memberinya sejumlah uang.
Saat terjaring operasi tangkap tangan KPK, Irman telah menerima uang sebesar Rp 100 juta.
Sebagian kalangan menilai dengan diperkuatnya wewenang DPD dengan adanya kasus Irman, justru semakin menyuburkan korupsi di tubuh lembaga perwakilan tersebut.