Kehadiran orang asing menjadi salah satu fenomena gerakan radikal di Indonesia. Setelah dua warga negara Malaysia, Dr Azahari dan Noordin M Top, pada dekade pertama tahun 2000-an, lalu hadir sejumlah orang beretnis Uighur dari Provinsi Xinjiang, Tiongkok, pada dekade kedua tahun 2000-an.
Jika Dr Azahari dan Noordin M Top dikenal lewat sejumlah aksinya, yang dimulai dari Bom Bali tahun 2002, kehadiran etnis Uighur dikenal lewat kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Sulawesi Tengah.
Polisi mencatat, ada 10 orang beretnis Uighur yang bergabung dengan kelompok tersebut.
Pemakaman Ibrahim, salah satu teroris beretnis Uighur pada 19 Agustus, menjadi penanda berakhirnya kisah etnis Uighur di MIT.
Sejak September 2014, enam orang Uighur tewas di Poso dan empat orang lainnya dijatuhi vonis 6 tahun penjara pada Juli 2015.
Enam orang Uighur yang tewas di Poso ialah Ibrahim, Magalasi alias Faruq, Nurettin Gundogdu alias Abdul Malik, Mustafa Genc alias Musab, Abdul Azis, dan Turan alias Joko.
Sementara itu, empat orang yang tengah menjalani hukuman penjara adalah Ahmed Bozoglan, Ahmet Mahmut, Altinci Bayram, dan Tuzer Abdul Basit.
Bagi Santoso alias Abu Wardah, pimpinan kelompok MIT yang tewas ditembak aparat pada 18 Juli, kehadiran orang Uighur di kelompoknya menjadi keuntungan bagi pergerakan gerilya yang berlangsung sejak 2013.
Menurut Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal (Pol) Rudy Sufahriadi, Santoso memanfaatkan keunggulan fisik pejuang teroris asing asal Uighur itu.
"Mereka menjadi orang kepercayaan Santoso dan selalu mendampingi pergerakannya. Santoso pun memanfaatkan kondisi fisik mereka untuk membawa kebutuhan logistik yang mampu membawa dua kali lebih banyak dibandingkan dengan anggota lokal," kata Rudy.
Orang Uighur yang bergabung dengan MIT dibekali senjata api. Namun, keahlian militer dan gerilya bukan bekal yang mereka bawa ketika tiba di Poso.
Daeng Koro alias Sabar Subagyo adalah sosok yang melatih mereka sehingga memiliki kemampuan militer dan gerilya.
Untuk mencapai Poso, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menyatakan, orang Uighur itu terbagi dalam dua kelompok dengan menggunakan rute perjalanan berbeda.
Rute untuk empat orang Uighur yang ditangkap ialah Istanbul (Turki)-Kuala Lumpur (Malaysia)-Pekanbaru (Riau)-Jakarta-Bogor (Jawa Barat)-Bandung (Jawa Barat)-Makassar (Sulawesi Selatan)-Palu (Sulawesi Tengah).
Sementara enam orang lainnya belum diketahui perjalanannya secara rinci.