Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang Asing dan Jaringan Teroris

Kompas.com - 05/09/2016, 05:25 WIB

Kehadiran orang asing menjadi salah satu fenomena gerakan radikal di Indonesia. Setelah dua warga negara Malaysia, Dr Azahari dan Noordin M Top, pada dekade pertama tahun 2000-an, lalu hadir sejumlah orang beretnis Uighur dari Provinsi Xinjiang, Tiongkok, pada dekade kedua tahun 2000-an.

Jika Dr Azahari dan Noordin M Top dikenal lewat sejumlah aksinya, yang dimulai dari Bom Bali tahun 2002, kehadiran etnis Uighur dikenal lewat kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Sulawesi Tengah.

Polisi mencatat, ada 10 orang beretnis Uighur yang bergabung dengan kelompok tersebut.

Pemakaman Ibrahim, salah satu teroris beretnis Uighur pada 19 Agustus, menjadi penanda berakhirnya kisah etnis Uighur di MIT.

Sejak September 2014, enam orang Uighur tewas di Poso dan empat orang lainnya dijatuhi vonis 6 tahun penjara pada Juli 2015.

Enam orang Uighur yang tewas di Poso ialah Ibrahim, Magalasi alias Faruq, Nurettin Gundogdu alias Abdul Malik, Mustafa Genc alias Musab, Abdul Azis, dan Turan alias Joko.

Sementara itu, empat orang yang tengah menjalani hukuman penjara adalah Ahmed Bozoglan, Ahmet Mahmut, Altinci Bayram, dan Tuzer Abdul Basit.

Bagi Santoso alias Abu Wardah, pimpinan kelompok MIT yang tewas ditembak aparat pada 18 Juli, kehadiran orang Uighur di kelompoknya menjadi keuntungan bagi pergerakan gerilya yang berlangsung sejak 2013.

Menurut Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal (Pol) Rudy Sufahriadi, Santoso memanfaatkan keunggulan fisik pejuang teroris asing asal Uighur itu.

"Mereka menjadi orang kepercayaan Santoso dan selalu mendampingi pergerakannya. Santoso pun memanfaatkan kondisi fisik mereka untuk membawa kebutuhan logistik yang mampu membawa dua kali lebih banyak dibandingkan dengan anggota lokal," kata Rudy.

Orang Uighur yang bergabung dengan MIT dibekali senjata api. Namun, keahlian militer dan gerilya bukan bekal yang mereka bawa ketika tiba di Poso.

Daeng Koro alias Sabar Subagyo adalah sosok yang melatih mereka sehingga memiliki kemampuan militer dan gerilya.

Untuk mencapai Poso, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menyatakan, orang Uighur itu terbagi dalam dua kelompok dengan menggunakan rute perjalanan berbeda.

Rute untuk empat orang Uighur yang ditangkap ialah Istanbul (Turki)-Kuala Lumpur (Malaysia)-Pekanbaru (Riau)-Jakarta-Bogor (Jawa Barat)-Bandung (Jawa Barat)-Makassar (Sulawesi Selatan)-Palu (Sulawesi Tengah).

Sementara enam orang lainnya belum diketahui perjalanannya secara rinci.

Bepergian ke luar negeri dan bergabung dengan kelompok radikal sudah dilakukan sejumlah orang beretnis Uighur.

Gardner Bovingdon dalam The Uyghurs: Strangers in Their Own Land menyebut, orang Uighur sudah ada yang pergi dari daerahnya untuk bergabung dengan Osama bin Laden.

Kondisi ini membuat pada Desember 2003, Kementerian Keamanan Publik Tiongkok memasukkan empat organisasi Uighur dan 11 kelompok berasosiasi dengan Uighur ke dalam daftar kelompok teroris.

Bovingdon menyatakan, keputusan untuk bergabung dengan kelompok teroris merupakan langkah perlawanan Uighur terhadap Pemerintah Tiongkok atas perlakuan diskriminatif yang mereka terima di bidang politik dan sosial-budaya sejak 1949.

Kehadiran etnis Uighur dalam kelompok MIT, kata Solahudin dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, antara lain disebabkan adanya kesepakatan antara anggota Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) asal Indonesia, yaitu Bagus Maskuron alias Deri alias Bagas, dan anggota NIIS asal Uighur.

Mereka menjalin kesepakatan di Suriah untuk menjadikan Poso sebagai lokasi persiapan orang Uighur sebelum menuju Suriah.

Namun, bergabungnya Uighur dengan MIT diduga tidak hanya didasari kesepakatan itu. Empat orang Uighur, yang ditangkap pada September 2014 ketika hendak bergabung dengan MIT, dalam kesaksian di persidangan mengatakan hadir di Indonesia sebagai pencari suaka.

Akan tetapi, saat berada di kamp pengungsian di Bogor, Jawa Barat, ada seseorang yang mengajak menuju Poso.

Mereka setuju mengikuti ajakan itu, tetapi tidak mengetahui akan bergabung dengan kelompok teroris.

Setelah ada orang Uighur bergabung MIT, kehadiran mereka dalam jaringan teroris di Indonesia ditengarai semakin nyata.

Pada Desember 2015, Ali, orang Uighur lainnya, ditangkap karena telah bersiap melakukan bom bunuh diri di Jakarta.

Pada Mei 2016, imigrasi Indonesia juga menangkap orang Uighur karena menggunakan identitas Indonesia.

Akhirnya, meski kisah etnis Uighur di Poso telah berakhir dan Dr Azahari serta Noordin M Top sudah tewas, kemungkinan kehadiran orang asing lainnya bergabung dengan jaringan teroris di Tanah Air tetap perlu diwaspadai.

Menjadi tugas bersama kita untuk meningkatkan deteksi dini terhadap kehadiran teroris asing di Indonesia. (Muhammad Ikhsan Mahar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDN Kena 'Ransomware', Pemerintah Dianggap Tak Mau Belajar

PDN Kena "Ransomware", Pemerintah Dianggap Tak Mau Belajar

Nasional
Jokowi Persilakan KPK Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden

Jokowi Persilakan KPK Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden

Nasional
PKS Klaim Tolak Tawaran Kursi Bacawagub DKI dari KIM, Pilih Usung Anies-Sohibul

PKS Klaim Tolak Tawaran Kursi Bacawagub DKI dari KIM, Pilih Usung Anies-Sohibul

Nasional
Penangkapan 103 WNA Terkait Kejahatan Siber Berawal dari Imigrasi Awasi Sebuah Vila di Bali

Penangkapan 103 WNA Terkait Kejahatan Siber Berawal dari Imigrasi Awasi Sebuah Vila di Bali

Nasional
Rumah Pensiun Jokowi Mulai Dibangun, Kemensetneg: Presiden Sendiri yang Memilih Lokasi

Rumah Pensiun Jokowi Mulai Dibangun, Kemensetneg: Presiden Sendiri yang Memilih Lokasi

Nasional
Serangan Siber PDN Dinilai Semakin Menggerus Kepercayaan Publik

Serangan Siber PDN Dinilai Semakin Menggerus Kepercayaan Publik

Nasional
Publik Dirugikan 'Ransomware' PDN Bisa Tuntut Perdata Pemerintah

Publik Dirugikan "Ransomware" PDN Bisa Tuntut Perdata Pemerintah

Nasional
KPK Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan

KPK Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan

Nasional
Notifikasi Dampak 'Ransomware' PDN Nihil, Sikap Pemerintah Dipertanyakan

Notifikasi Dampak "Ransomware" PDN Nihil, Sikap Pemerintah Dipertanyakan

Nasional
KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Pengerukan Jalur Pelayaran di 4 Pelabuhan

KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Pengerukan Jalur Pelayaran di 4 Pelabuhan

Nasional
Duet Anies-Sohibul Dinilai Tak Realistis, PKS: Ini Pasangan Ideal, Punya Wawasan Global

Duet Anies-Sohibul Dinilai Tak Realistis, PKS: Ini Pasangan Ideal, Punya Wawasan Global

Nasional
PDI-P dan PKB Berpeluang Koalisi Tanpa PKS, Syaikhu: Insya Allah Pak Anies Tetap Bersama Kami

PDI-P dan PKB Berpeluang Koalisi Tanpa PKS, Syaikhu: Insya Allah Pak Anies Tetap Bersama Kami

Nasional
Ikuti Program MBKM, Taruna-taruni Kementerian KP Hasilkan Inovasi Produk Olahan Kelautan dan Perikanan

Ikuti Program MBKM, Taruna-taruni Kementerian KP Hasilkan Inovasi Produk Olahan Kelautan dan Perikanan

Nasional
Mendagri Minta Pemda Genjot Partisipasi Pemilih Pilkada 2024

Mendagri Minta Pemda Genjot Partisipasi Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Gelar Donor Darah, WIKA Berhasil Kumpulkan 191 Kantong Darah

Gelar Donor Darah, WIKA Berhasil Kumpulkan 191 Kantong Darah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com