Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon Minta Kejagung Jelaskan Alasan Penundaan Eksekusi 10 Terpidana Mati

Kompas.com - 01/08/2016, 14:46 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta Kejaksaan Agung untuk menjelaskan secara rinci mengenai alasan penangguhan eksekusi 10 terpidana mati. Penjelasan itu diperlukan agar tak menimbulkan spekulasi liar. 

Alasan, kata Fadli, bisa tetap dirahasiakan jika ada permintaan dari negara-negara sahabat atas pertimbangan tertentu.  

Sedianya, terpidana mati yang bakal dieksekusi pada Jumat (29/7/2016) dini hari sebanyak 14 orang. Namun belakangan Kejagung memutuskan eksekusi dilakukan hanya kepada empat orang.

Empat terpidana mati yang telah dieksekusi adalah Freddy Budiman, Seck Osmane, Michael Titus, dan Humphrey Ejike. 

"Pihak kejaksaan cukup aneh melakukan pilihan-pilihan untuk eksekusi ini. Ada apa? Kenapa ada yang di hold ada yang tidak," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/8/2016).

"Penjelasan ini penting, publik akan berspekulasi," sambung dia.

(Baca: YLBHI Temukan Dugaan Penyimpangan Anggaran Eksekusi Mati)

Sementara mengenai masih diperlukan atau tidaknya eksekusi mati, Fadli melihat hingga saat ini masih ada dua pandangan. Eksekusi mati menurutnya masih diperlukan untuk beberapa kondisi.

"Di Eropa memang sebagian besar tidak. Tapi Amerika masih ada. Menurut saya, masih diperlukan tapi harus sangat berhati-hati hati dan seadil-adilnya," kata Politisi Partai Gerindra itu.

Karena masih adanya beberapa pandangan terkait pemberlakuan hukuman eksekusi mati tersebut, Fadli pun mengusulkan agar aturannya diperjelas dan dipertegas dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang saat ini proses revisinya tengah dibahas di DPR.

"Saya kira sangat perlu (aturan rinci di KUHP). Untuk pidana tertentu yang sangat membahayakan, seperti narkoba, masih sangat diperlukan," ucapnya.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sebelumnya mengatakan, penangguhan eksekusi bisa saja diputuskan pada detik-detik terakhir jika terdapat pertimbangan lain, baik yuridis maupun non yuridis.

(Baca: Hukuman Mati Bakal Persulit Selamatkan TKI yang Terancam Eksekusi)

Pada eksekusi mati tahap dua, hal itu juga terjadi pada Mary Jane, terpidana mati asal Filipina. "Belajar dari yang lalu tahap dua. Pada detik terakhir harus ada yang ditangguhkan. Seperti ada permintaan dari Filipina untuk menangguhkan Mary Jane karena masih diperlukan sebagai saksi dan dia dinyatakan sebagai korban," ujar Prasetyo, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (29/7/2016).

Prasetyo menjelaskan, menjelang eksekusi Jaksa Agung Muda Pidana Umum melaporkan adanya persoalan yuridis dan non yuridis yang menyebabkan eksekusi terhadap 10 terpidana mati ditangguhkan.

Sementara, terhadap empat terpidana tetap dilakukan eksekusi mengingat tingkat kejahatannya. Namun, Prasetyo tidak menyebutkan secara rinci persoalan yuridis dan non yuridis tersebut yang menjadi dasar penangguhan.

Ia juga tak mau menjawab secara spesifik ketika ditanya apakah penangguhan ini berkaitan dengan surat Presiden ketiga RI, B.J. Habibie, kepada Presiden Joko Widodo untuk menangguhkan salah satu terpidana mati.

Kompas TV Inilah Terpidana Mati yang Belum Dieksekusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Nasional
Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Nasional
Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Nasional
Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi 'King Maker' atau Maju Lagi

Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi "King Maker" atau Maju Lagi

Nasional
Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Nasional
Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Nasional
Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com