Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Pembebasan Sandera Diminta Libatkan Pihak Perusahaan ABK

Kompas.com - 25/06/2016, 23:03 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, mengatakan, terulangnya penyanderaan awak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) harus disikapi secara bijak oleh pemerintah.

Pemerintah tentu harus hadir dalam proses pembebasan sandera, namun tidak harus sekelas Presiden, Menlu, Menhan, Panglima TNI, dan Kapolri yang harus turun tangan.

"Para bawahan yang mempunyai tugas terkait masalah penyanderaan yang harus berperan," kata Hikmahanto melalui keterangan tertulis, Sabtu (25/6/2016).

Ia menambahkan, perusahaan yang menaungi para ABK tersebut juga harus dilibatkan dalam upaya pembebasan. Selain itu, pihak perusahaan harus mengklarifikasi sistem dan pengawasan yang diterapkan.

"Mengingat telah ada permintaan dan imbauan dari pemerintah untuk tidak melalui jalur neraka," kata Hikmahanto.

Perusahaan tersebut, menurut Hikmahanto, tidak boleh lepas tangan dan membiarkan pemerintah menyelesaikan masalah tersebut.

"Mencari jalan keluar dan menghabiskan energi dan biaya setiap kali ada penyanderaan," ujar Hikmahanto.

Selain itu, lanjut Hikmahanto, pemerintah harus serius dan mengedepankan sikap profesional menanggapi masalah ini.

"Upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah menjauhkan kesan dari para pembajak agar yang berbau Indonesia untuk menjadi sasaran empuk motif ekonomi para penyandera atau pembajak," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi membenarkan terjadi penyanderaan terhadap 7 warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok bersenjata asal Filipina. Tujuh WNI tersebut merupakan anak buah kapal (ABK) TB Charles 001 dan kapal tongkang Robi 152.

Retno mengatakan, informasi soal penyanderaan itu diterimanya pada Kamis (23/6/2016) kemarin.

"Pada 23 Juni 2016 sore, kami mendapatkan konfirmasi telah terjadi penyanderaan terhadap ABK WNI Kapal tugboat charles (TB Charles) 001 dan kapal tongkang Robi 152," ujar Retno, dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (24/6/2016).

Retno menyebutkan, penyanderaan tersebut terjadi di Laut Sulu. Penyanderaan, lanjut dia, terjadi dalam dua waktu berbeda, pada 20 Juni 2016.

"Pada 20 juni 2016, yaitu pada sekira pukul 11.30 waktu setempat. Dan yang kedua sekira pukul 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda," kata Retno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com