JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan, pemerintah terus berupaya melakukan pencegahan tindak kejahatan kejahatan terorisme internasional.
Upaya pencegahan ditingkatkan pasca penyanderaan warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
Salah satunya, kata Retno, melalui kerja sama dengan negara tetangga seperti yang dilakukan pekan lalu bersama Malaysia dan Filipina.
"Kan kami waktu tanggal 5 Mei ada pertemuan trilateral antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina," ujar Retno, di Jakarta, Kamis (12/5/2016).
"Salah satu pembicaraannya adalah bagaimana meningkatkan kerja sama antarnegara dalam konteks pengamanan di perairan perbatasan dan wilayah sekitarnya," kata dia.
Dalam pertemuan itu dibahas berbagai strategi yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi berulangnya penyanderaan oleh kelompok teroris.
"Jadi kami perkuat pengamanan di wilayah-wilayah tersebut dengan tujuan agar situasi di daerah tersebut aman, kemudian aktivitas ekonomi dapat berjalan dengan normal," ujar Retno.
Ia menambahkan, jalur laut yang menjadi titik penangkapan WNI oleh kelompok Abu Sayyaf merupakan area potensial.
Oleh karena itu, perlu peningkatan keamanan agar setiap warga negara manapun bisa melakukan aktivitas dengan aman.
"Karena itu adalah wilayah jalur ekonomi yang sangat cukup padat, dan ekspor batu bara Indonesia juga melalui jalur itu," kata Retno.
Sebelumnya pembajakan terhadap kapal berbendera Indonesia terjadi di perairan tawi-tawi, perbatasan antara Malaysia dan Filipina.
Pembajakan terhadap kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang membawa 7.000 ton batubara dan 10 awak kapal berkebangsaan negara Indonesia dibajak pada pada 28 Maret 2016.
Saat itu, kedua kapal dalam perjalanan dari Sungai Puting (Kalsel) menuju Batangas (Fililina Selatan).
Kapal Brahma 12 kemudian dilepaskan dan ditangani otoritas Filipina. Sedangkan kapal Anand 12 dan 10 orang awak kapalnya menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf.
Kemudian, pembajakan kapal tunda (tugboat) Henry yang sedang menderek kapal tongkang Cristy, terjadi pada 15 April 2016.
Kapal tersebut membawa 10 orang anak buah kapal yang semuanya merupakan WNI.
Pada saat pembajakan terjadi satu orang ABK tertembak, lima orang berhasil selamat sementara empat orang lainnya diculik.
Kementerian Luar Negeri menyebutkan bahwa kapal tersebut dibajak saat dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan, Kalimantan Utara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.