JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang Undang tentang Grasi yang diajukan Suud Rusli. Pemohon adalah terpidana mati kasus pembunuhan Dirut PT Aneka Sakti Bhakti (Asaba) Budyharto Angsono.
Suud merupakan pemohon I. Sementara pemohon II dalam peraka ini adalah Boyamin Saiman, kuasa hukum Antasari Azhar. Antasari adalah terpidana 18 tahun penjara karena kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Selasa (21/6/2016).
(Baca: Antasari Segera Ajukan Ulang Permohonan Grasi ke Presiden)
Di samping itu, majelis hakim menganggap Boyamin tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Dalam pertimbangannya, majelis berkesimpulan permohonan keduanya tidak beralasan menurut hukum.
Para pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 2 ayat (3) UU Grasi karena tidak dapat memberikan pembelaan maksimal akibat adanya pembatasan pengajuan grasi yang hanya satu kali.
Pemberian grasi oleh Presiden dimungkinkan setelah terpidana atau keluarganya secara proaktif mengajukan grasi, atau karena Presiden sendiri proaktif melalui inisiatif Menteri Hukum dan HAM.
(Baca: MK Kabulkan Gugatan Pembunuh Dirut PT Asaba)
Pemohon menilai bahwa pembatasan grasi ini bertentangan dengan diktum pertimbangan hukum UU 5/2010 karena membatasi jangka waktu pemberian Grasi.
(Baca: Putusan MK tentang UU Grasi Diapresiasi)
Sebelumnya Suud juga mengajukan uji materi UU Grasi terkait dengan pembatasan waktu pengajuan grasi, dan pada Rabu (15.6) MK mengeluarkan putusan untuk mengabulkan permohonan uji materi tersebut.