JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengaku belum mengetahui siapa pihak yang akan menjadi eksekutor hukuman kebiri setelah Ikatan Dokter Indonesia menyatakan penolakan.
Menurut dia, eksekutor hukuman kebiri akan dibahas dan diatur lebih jauh melalui peraturan pemerintah.
"Kalau IDI tidak mau, nanti kami cari dokter yang mau," kata Yasonna, di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Senin (16/6/2016).
PP terkait teknis pelaksanaan hukuman kebiri akan dirancang setelah DPR menyetujui peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 yang salah satunya mengatur mengenai sanksi kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
PP itu akan dijadikan sebagaiantisipasi apabila perppu ditolak oleh DPR.
"Mau dokter hewan kek, mau dokter apa kek (yang mengebiri), nanti kami putuskan," kata dia.
Yasonna menghargai sikap penolakan IDI karena menghormati kode etik kedokteran.
Namun, ia mengingatkan bahwa hukuman tembak mati pun bisa dijalankan meski hal tersebut bertentangan dengan KUHP karena menghilangkan nyawa orang lain.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak jadi eksekutor hukuman kebiri yang akan menjadi hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual pada anak
Pelaksanaan hukuman kebiri oleh dokter dianggap melanggar sumpah dokter dan kode etik Kedokteran Indonesia.
IDI mendukung kebijakan pemerintah untuk memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual pada anak.
Namun, mereka menolak dilibatkan dalam pelaksanaan hukuman kebiri atau menjadi eksekutor.