Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/06/2016, 14:49 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengkritik langkah "Teman Ahok" yang ngotot ingin mengumpulkan data kartu tanda penduduk (KTP) dari warga negara Indonesia di Singapura.

Langkah ini mengakibatkan dua pendiri Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas dan Richard Handris, ditahan di Imigrasi Singapura.

"Aktivitas Teman Ahok di Singapura udah malu maluin Pemerintah Indonesia. Ya tetapi enggak tahu ya, Teman Ahok tahu malu dan tahu hukum yang berlaku di Singapura atau enggak," kata Arief saat dihubungi, Senin (6/6/2016).

(Baca: Kronologi Dua Pendiri "Teman Ahok" Ditahan di Imigrasi Singapura dan Akhirnya Dideportasi)

Arief juga menilai, aktivitas Teman Ahok ini dilatarbelakangi kepanikan karena tidak dapat mengumpulkan data KTP yang cukup di DKI Jakarta.

Jika mayoritas warga DKI mendukung Ahok, maka mendapatkan satu juta data KTP bukan sesuatu yang sulit.

"Kalau cuma cari dukungan satu juta (data) KTP di Jakarta mah super-banyak. Ini bukti kalau Ahok udah enggak percaya diri maju independen," ujar Arief. 

Ia mulai meragukan data KTP yang selama ini dikumpulkan oleh Teman Ahok yang sudah berjumlah lebih dari 900.000 data.

(Baca: PDI-P: "Teman Ahok" Enggak Hebat-hebat Amat)

Dia menilai, tidak menutup kemungkinan, sebagian besar KTP itu fiktif.

Sementara itu, UU Pilkada yang baru disahkan turut berisi aturan mengenai verifikasi faktual KTP yang telah dikumpulkan bagi calon independen.

"Seperti warga di Tanjung Priok, Warakas, Ujung Menteng yang tidak mau memilih Ahok nanti pada pilgub akan melaporkan Ahok dan Teman Ahok ke pihak yang berwajib jika (data) KTP mereka kedapatan digunakan untuk  mendukung Ahok," ucap Arief.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com