Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anaknya Hilang akibat Melawan Orde Baru, Paian Terus Menggugat Soeharto..

Kompas.com - 25/05/2016, 09:26 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga korban kasus penculikan aktivis pro demokrasi 1997-1998 angkat bicara terkait wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada presiden kedua RI, Soeharto.

Paian Siahaan, bapak dari Ucok Munandar Siahaan, seorang aktivis yang diculik karena menentang Orde Baru, mengatakan bahwa Soeharto tidak memenuhi kriteria untuk disebut sebagai pahlawan.

"Soeharto itu pahlawan apa? Pahlawan itu kan tidak menyakiti rakyat, menjaga rakyat. Pahlawan apa dia. Ini sangat kontradiktif," kata Paian saat ditemui di kantor Kontras, Selasa (24/5/2016).

Paian mengatakan, kasus penculikan yang menimpa anaknya terjadi pada saat Soeharto masih berkuasa. Karena itu ia menganggap Soeharto sebagai presiden menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas hilangnya Ucok.

Ia pun meminta Presiden Joko Widodo menolak usulan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dan menghormati hasil penyelidikan Komnas HAM, yang menyebut dugaan keterlibatan Soeharto dalam kasus pelanggaran HAM.

"Penculikan itu adalah perintah dari Soeharto sendiri yang tidak mau kekuasaannya ditentang aktivis. Anak saya sampai sekarang masih hilang," kata Paian.

Selama periode 1997-1998, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mencatat 23 orang yang diduga telah dihilangkan oleh alat-alat negara.

Dari jumlah itu, 1 orang ditemukan meninggal dunia, yakni Leonardus Gilang. Sementara, 9 orang dilepaskan dan 13 orang masih hilang.

Ketiga belas korban hilang ini adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Munandar Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.

Peristiwa penculikan aktivis 1997-1998 tidak terlepas dari konteks politik peristiwa 27 Juli, yakni menjelang Pemilihan Umum 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Pada masa itu wacana pergantian Soeharto kerap disuarakan.

Aktivis pro demokrasi dan masyarakat yang dianggap akan bergerak melakukan penurunan Soeharto menjadi korban penculikan dan penghilangan paksa.

Kompas TV Pro Kontra Gelar Pahlawan Nasional Kepada Soeharto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

Nasional
Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com