JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberantasan korupsi merupakan salah satu tuntutan reformasi yang bergulir sejak 18 tahun lalu.
Namun, upaya pemberantasan korupsi dinilai belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan, ada dua indikator untuk mengukur angka pemberantasan korupsi.
"Ada dua indikator yang menunjukkan upaya pemberantasan korupsi belum signifikan sejak reformasi," ujar Adnan dalam diskusi “Quo Vadis 18 Tahun Reformasi” di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Jumat (20/5/2016).
Pertama, berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK), selama 6 tahun terakhir skor Indonesia tidak beranjak dari angka 2 dan 3.
Saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, target skor IPK di Indonesia mencapai 5.
Indikator kedua, mengutip laporan Badan Pusat Statistik pada tahun 2016, masih terdapatnya ketimpangan antara orang kaya dan miskin yang semakin lebar.
Sementara, Bank Dunia pernah menyatakan bahwa laju ketimpangan kaya-miskin di Indonesia adalah yang tercepat di Asia.
Menurut Adnan, upaya pemberantasan korupsi seharusnya bisa mengurangi jarak antara si kaya dan miskin.
Selain itu, lanjut dia, penegakan hukum tidak kunjung membaik karena hanya bersandar pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Jika pemberantasan korupsi berhasil, ketimpangan akan menurun. Laju terbukti ketimpangan semakin lebar. Hal itu diakui oleh BPS dan Bank Dunia laju ketimpangan Indonesia tercepat di Asia," kata Adnan.
Oleh karena itu, ia berpendapat, perlu dilakukan reformasi tata kelola pemerintahan di bidang hukum dengan menitikberatkan pada perbaikan institusi kepolisian, kejaksaan, dan lembaga peradilan.
Ia juga mengharapkan adanya penguatan jejaring masyarakat sipil dalam agenda demokratisasi yang lebih substansial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.