Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/05/2016, 10:05 WIB

Oleh: Azyumardi Azra

Sudah lebih dari setengah abad sejak peristiwa G30S/PKI yang diikuti penerbitan Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan Partai Komunis Indonesia, Marxisme, Leninisme, dan komunisme bentuk apa pun.

Dalam kurun waktu cukup panjang itu, kontroversi tentang PKI terus berlanjut dalam masyarakat Indonesia.

Isu kebangkitan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) memenuhi ruang publik sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Media sosial khususnya memuat banyak perbincangan, rumor, gosip, foto, atau gambar tentang kegiatan yang dianggap sebagai upaya PKI bangkit.

Sering perbincangan, rumor, gambar, atau foto yang beredar di media sosial tidak masuk akal. Misalnya, ada gambar halte bus kota palu arit dengan warna merah mencolok. Bagaimana mungkin membangun halte seperti itu di ruang publik terbuka?

Sejumlah pertemuan, seminar, dan simposium di tingkat nasional atau internasio- nal yang diadakan kalangan advokasi HAM turut meningkatkan kecurigaan.

Sekadar menyebut contoh, medio April 2015 di Den Haag ada seminar bertajuk ”1965 Massacre: Unveiling the Truth, Demanding Justice (Pembantaian: Mengungkap Kebenaran, Menuntut Keadilan)”.

Perbincangan besar lain adalah Simposi- um Nasional 1965 di Jakarta pada 18 April lalu. Simposium ini menyimpulkan, negara terlibat pembantaian mereka yang dicurigai terlibat PKI.

Karena itu, negara harus menyelesaikannya melalui permintaan maaf dan rekonsiliasi. Simposium ini mengundang reaksi keras.

Kalangan purnawirawan mantan petinggi TNI yang tidak setuju terhadap Simposium 1965 menyatakan bakal menga- dakan simposium awal Juni 2016. Didukung Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, mereka menyatakan Simposium 1965 tidak akomodatif.

Membuat keadaan kian galau, pejabat tinggi negara menampilkan sikap berbeda. Presiden Jokowi menyetujui pembongkaran ”kuburan massal” anggota dan simpatisan PKI.

Menhan menolak usulan itu. Berbeda dengan rumor dan gosip, Presiden menyatakan belum atau tidak punya rencana meminta maaf kepada PKI. Presiden menegaskan, PKI dan bentuk komunisme lain masih terlarang.

Sementara polisi kian aktif menyita buku dan kaus bergambar palu arit dan menahan mereka yang diduga terlibat karena konon Presiden Jokowi menginstruksikan kepolisian melakukan represi terhadap upaya penyebaran komunisme.

Namun, belakangan, Presiden menegaskan agar aparat menghentikan represi dan menyatakan kebebasan berpendapat harus menjadi prioritas dalam upaya pencegahan penyebaran paham komunisme.

Pertanyaan yang tetap perlu diajukan, apakah PKI atau bentuk lain komunisme bisa bangkit kembali?

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com