JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie mengakui, citra Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto di mata publik tidak begitu positif. Dia tak menampik bahwa sebagian dari masyarakat tak menyukai mantan Ketua DPR itu.
"Itu kan orang yang enggak suka. Kan setiap orang ada yang suka dan enggak suka. Namanya hidup, ada suka dan enggak suka," kata Aburizal seusai menghadiri penutupan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, Selasa (17/5/2016).
Namun, Aburizal meyakini, ketidaksukaan terhadap Novanto itu tidak akan membuat suara Golkar terpuruk. (Baca: ICW: Setya Novanto Jadi Ketum, Citra Golkar Semakin Terpuruk)
Dia justru percaya, Setya Novanto bisa membawa Golkar menuju kemenangan, baik dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif, maupun pemilihan presiden selanjutnya.
"Tidak akan ada (menurunkan suara Golkar)," ucap mantan Ketua Umum Golkar itu.
Aburizal menambahkan, ketidaksukaan terhadap Novanto sebenarnya bukan karena masalah dan kasus hukum yang menjeratnya. Namun, citra negatif ke Novanto itu melekat karena pemberitaan media massa.
(Baca: Aburizal: Hanya Ada Satu Matahari di Golkar, yakni Setya Novanto)
Padahal, dia melanjutkan, berbagai kasus yang dituduhkan ke Novanto, seperti kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo, belum terbukti hingga saat ini.
"Sekarang apa sih masalah Pak Novanto? Terbukti, enggak? Itu wartawan yang bikin susah," ujar dia. (Baca: Harta Bakal Calon Ketum Golkar Diungkap, Setya Novanto Terkaya)
Novanto sebelumnya tersangkut kasus "papa minta saham" dalam skandal permintaan saham PT Freeport Indonesia.
Dalam proses di Mahkamah Kehormatan Dewan, sebanyak sembilan anggota menyatakan, Novanto terbukti melanggar kode etik kategori sedang dengan sanksi pencopotan dari Ketua DPR. (Baca: Sidang MKD dan Skenario Setya Novanto Dianggap Menipu Rakyat)
Adapun enam anggota MKD menyatakan, Novanto melanggar kode etik kategori berat dan mengusulkan pembentukan panel. Namun, tak ada keputusan apa pun dari MKD terkait kasus tersebut.
Terkait sangkaan pemufakatan jahat dalam kasus itu, Kejaksaan Agung memutuskan untuk mengendapkannya dengan alasan belum cukup bukti. (Baca: Jaksa Agung Akui Mengendapkan Kasus Pemufakatan Jahat)
Novanto juga terseret beberapa kasus yang ditangani KPK, seperti kasus PON Riau, kasus Akil Mochtar, dan e-KTP. Namun, hingga kini, tidak ada bukti keterlibatan Novanto dalam semua kasus tersebut.