JAKARTA, KOMPAS.com - Waktu penahanan terduga teroris akan dipersingkat dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Ketua Panitia Khusus Revisi UU Antiterorisme Muhammad Syafii mengatakan, dalam draf RUU yang diajukan pemerintah, ada aturan tentang masa penahanan selama enam bulan sejak proses penangkapan hingga penuntutan. Waktu tersebut dinilai terlalu lama dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.
"Dengan aturan seperti ini bisa-bisa lahir Guantanamo di Indonesia," kata Syafii saat dihubungi, Sabtu (30/4/2016).
Mayoritas fraksi di Pansus RUU Antiterorisme sudah menyampaikan protes mengenai hal ini saat rapat dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada Rabu (27/4/2016).
Sejumlah fraksi membandingkan masa penahanan itu dengan aturan di negara lain. Di Inggris dan Perancis, misalnya, waktu penahanan maksimal hanya 1x24 jam setelah penangkapan. Atas izin pengadilan, masa penahanan itu bisa diperpanjang, namun hanya sampai satu minggu.
Adapun di Malaysia, waktu penahanan awal juga hanya 1x24 jam. Waktu penahanan bisa diperpanjang dua minggu apabila ada izin pengadilan.
"RUU Antiterorisme ini harus dibangun oleh dua spirit. Spirit pertama tentu agar efektif memberantas teroris. Spirit yang kedua harus menegakkan hukum dan lindungi HAM," ucap politisi Partai Gerindra ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.