Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kartini Ingin Mengajarkan Kesetaraan Lelaki-Perempuan kepada Anak-anaknya

Kompas.com - 23/04/2016, 05:31 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Raden Ajeng Kartini hidup di suatu masa saat bangsanya berada dalam cengkeraman dan jajahan bangsa asing. Jawa di masa kolonial, bukan tempat yang terang benderang bagi ilmu pengetahuan. Apalagi, bagi kaum perempuan.

Adat istiadat juga memberi petunjuk bahwa perempuan yang baik adalah ia yang berbakti pada keluarga dan suaminya.

"Jalan hidup anak perempuan Jawa telah dibatasi dan dibentuk menurut satu pola yang sama. Kami tidak boleh bercita-cita," kata Kartini dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar, pada 23 Agustus 1900, sebagaimana dikutip dalam buku Surat-surat Kartini. Renungan tentang dan untuk Bangsanya (1979).

Menurut Kartini, satu-satunya yang boleh ia mimpikan adalah hari ini, mungkin juga esok, akan menjadi istri yang kesekian bagi salah seorang lelaki. Namun demikian, Kartini memiliki cara pandang yang luas.

Kartini berkeinginan mengajarkan anak-anaknya, baik laki atau perempuan untuk saling memandang sebagai makhluk yang sama. Kartini ingin memberi pendidikan yang setara.

"Untuk membuat anak gadis menjadi perempuan baru misalnya saya tidak akan memaksanya untuk belajar, apabila dia tidak menyukai dan tidak berbakat..."

"Tetapi untuk mengurangi haknya dengan mendahulukan kakaknya yang laki-laki, tidak akan! Lagi pula saya bermaksud akan menghapuskan batas yang menggelikan antara laki-laki dan perempuan yang dibuat orang dengan cermatnya," tulis Kartini.

Kartini yakin, dengan hilangnya batasan antara laki-laki dan perempuan akan berakibat baik bagi laki-laki. Kartini tidak mempercayai laki-laki yang beradab dan terpelajar sengaja menjauhi perempuan yang sederajat.

Pemikiran Kartini ini memang disebabkan tradisi masyarakat Jawa saat itu yang tidak memberi kesempatan kepada perempuan untuk mendapat pendidikan.

Hal yang sama pun diderita Kartini, meskipun dia berasal dari keluarga yang cenderung terbuka. Meski dilarang melanjutkan sekolah dan dipingit saat usia akil balight, Kartini tetap diberi kesempatan untuk belajar di rumah.

Untuk memperluas pengetahuannya, Kartini mempelajari bahasa Prancis bersama kedua adiknya dari buku-buku kecil Servaas de Bruyn. Ayah Kartini mendukung hal itu.

Ayahnya menghadiahi Kartini dan dua adiknya untuk kursus bahasa Jerman. Sebelumnya, Kartini juga menginginkan belajar bahasa Inggris.

Sebagai seorang anak, Kartini lebih mendahulukan keluarganya dari pada impiannya. Kartini tidak ingin menyakiti hati ayahnya.

"Bila Ayah menahan saya untuk berbuat bakti itu, betapapun hati saya meratap menangis, saya akan menyerah dengan tawakal! Saya tidak sampai hati untuk lebih melukai lagi, untuk lebih membuat remuk redam lagi hati Ayah, hati yang setia, yang demikian hangat berdenyut bagi saya," ungkap Kartini.

Kartini sebagai simbol perempuan yang memperjuangkan kesetaraan, tidak begitu saja meninggalkan keluarga demi meraih impiannya. Kartini sebagai simbol perempuan modern, justru melakuan kritik terhadap modernisme itu sendiri.

Kompas TV Yuk, Kunjungi Museum Kartini!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo Soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo Soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com