Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahas UU Pilkada, MK Keluhkan DPR yang Jarang Datang "Judicial Review"

Kompas.com - 14/04/2016, 14:58 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyambut kedatangan pimpinan dan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat RI di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/4/2016) untuk membahas evaluasi penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015 lalu.

Sejumlah permasalahan ditemukan dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak, tak terkecuali Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang masih membutuhkan penyempurnaan.

Dalam pertemuan tersebut, hakim konstitusi juga menyampaikan keluhannya soal partisipasi anggota DPR yang minim dalam setiap agenda judicial review. Termasuk judicial review UU Pilkada.

“Kami betul-betul ingin mendengarkan apa pendapat DPR tentang judivial review. Termasuk tentang pilkada. Sayangnya, DPR banyak yang tidak hadir. Kami ingin dengar itu dalam persidangan,” kata Ketua MK Arief Hidayat, Kamis.

(Baca: Istana Tak Mau Revisi UU Pilkada untuk Halangi Calon Independen)

Beberapa anggota Komisi II yang hadir pada pertemuan tersebut sempat menjawab, mereka kerap tak diundang.

Menanggapi hal tersebut, Arief berkomentar, setiap pengujian UU pada pleno pertama, MK selalu mengundang pihak pemerintah dan DPR guna mengetahui latar belakang pembentukan sebuah UU. Undangan tersebut diberikan oleh panitera melalui pimpinan DPR.

Biasanya, kata Arief, jika hanya menyangkut yuridis murni hanya Komisi III yang hadir. Namun, kehadiran Komisi III biasanya didampingi komisi terkait.

“Ini sudah beberapa kali. Ada surat dari Setjen DPR, (tidak bisa hadir karena) bersamaan dengan rapat, reses,” ujar Arief.

(Baca: Jokowi: Revisi UU Pilkada Jangan Sampai Terjebak Perangkap Politik!)

Arief mencontohkan salah satu aturan dalam UU Pilkada yang sempat menjadi bahan perbincangan hangat, yaitu terkait syarat selisih suara untuk mengajukan perkara hasil pilkada dengan batas 0,5 hingga 2 persen. Sesuai dengan aturan pada Pasal 158 UU Pilkada.

Menurutnya, jika saat judicial review aturan tersebut pihak DPR hadir, maka ia meyakini saat ini aturan mengenai syarat selisih suara sudah jelas.

Arief, berpendapat perlu ada aturan lebih rinci untuk aturan tersebut. Setidaknya dapat dituangkan dalam pasal 2, sehingga MK tak dianggap main menafsirkan sendiri.

“Tapi enggak ada yang datang. Kami itu tanya sampai ke professor matematika segala. Makanya sekarang saya mohon, Pasal 158 kalau mau digeser atau enggak digeser, tolong diayat 2 dijelaskan bagaimana,” kata dia.

(Baca: Mendagri Sebut Ada 15 Poin Revisi UU Pilkada)

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com