Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Demokrat Tolak Revisi UU KPK

Kompas.com - 11/02/2016, 14:22 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Demokrat di DPR mengubah sikap terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kini, F-Demokrat tidak ingin UU KPK Direvisi.

Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan, revisi yang bergulir saat ini bukannya menguatkan, tapi justru akan melemahkan KPK jika direalisasikan.

Ruhut mencontohkan pemberian kewenanganan kepada KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) suatu perkara. (baca: Pimpinan KPK Tolak Kewenangan Hentikan Penyidikan)

Menurut Ruhut, KPK tidak memerlukan SP3 karena sejak awal sangat berhati-hati dalam menetapkan seorang tersangka.

Terbukti, sejak berdiri hingga saat ini, semua tersangka akhirnya divonis bersalah di pengadilan. (baca: Kewenangan SP3 bagi KPK Dikhawatirkan Diperjualbelikan)

"Dari 2002 sampai sekarang belum ada satupun yang bebas murni," kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (10/2/2016).

Ruhut juga mengaku tidak setuju dengan aturan penyadapan yang harus melalui izin dewan pengawas. Menurut Ruhut, KPK selama ini pun sangat hati-hati dalam melakukan penyadapan.

"KPK menyadap ada SOP-nya. Tidak asal-asalan," ucap anggota Anggota Komisi III DPR itu.

Ruhut justru khawatir nantinya penyadapan yang dilakukan KPK akan bocor jika harus mendapatkan izin dari dewan pengawas.

Menurut dia, orang-orang di dewan pengawas juga hanya manusia biasa yang tidak akan bebas dari kepentingan. (baca: Dewan Pengawas KPK Dikhawatirkan Diisi Orang-orang "Titipan")

"Pasti akan bocor," ucap Ruhut.

Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno sebelumnya mengkritik sikap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang "balik badan" soal revisi UU KPK. (baca: PDI-P Kritik Sikap SBY yang "Balik Badan" soal Revisi UU KPK)

Anggota F-Demokrat di Badan Legislasi DPR, Khatibul Umam Winaru, dalam rapat Baleg dengan agenda penyampaian pandangan mini fraksi pada Rabu (10/2/2016), menyatakan fraksinya menyetujui revisi UU KPK.

Namun, setelah itu, SBY menginstruksikan Demokrat untuk menolak revisi tersebut. (baca: SBY Tiba-tiba Instruksikan F-Demokrat Tolak Revisi UU KPK)

"Ini menarik. Karena SBY pernah mengatakan KPK lembaga super body, lembaga yang kewenangannya luar biasa sehingga seakan akan hanya bertanggung jawab kepada Tuhan," kata Hendrawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/2/2016).

Revisi yang sudah disepakati sejauh ini meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan harus seizin dewan pengawas, pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.

Kemudian, larangan bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik, serta pemberhentian bagi pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. (baca: Ruhut Tagih Janji Jokowi untuk Kuatkan KPK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com