Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Revisi UU KPK, Gerakan Besar Pelumpuhan

Kompas.com - 08/02/2016, 12:32 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti hukum dari Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar, merasa pesimis jika perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mampu mengatasi fenomena vonis koruptor yang semakin ringan.

Erwin mengatakan bahwa dirinya tidak melihat adanya upaya menyinkronkan antara alasan pemerintah terkait penguatan KPK dengan usulan perubahan UU yang muncul di DPR.

"Seperti kita tahu tiga tahun belakangan ini muncul fenomena vonis ringan terhadap koruptor. Saya tidak melihat adanya sinkronisasi dengan pemberian efek jera melalui perubahan itu. Saya malah meyakini, pasca revisi, akan lebih menurun vonisnya," ujar Erwin ketika dihubungi Kompas.com, Senin (8/2/2016).

Menurut Erwin, perubahan UU KPK menunjukkan adanya gerakan besar untuk melumpuhkan KPK. Eksistensi KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi ingin dihilangkan.

"Ada gerakan besar untuk melumpuhkan KPK, mereka paham kekuatan KPK ini dilindungi undang-undang, maka UU tersebut berusaha untuk direvisi. Saya tidak yakin dengan argumentasi penguatan KPK melalui revisi itu memiliki dasar dan landasan yang kuat. Kemarin baru ada 4 poin perubahan, sekarang berkembang menjadi 13 poin turunan," katanya.

Sebelumnya diberitakan, berdasarkan penelusuran Indonesia Corruption Watch, sejak tahun 2013 hingga 2015, terdakwa korupsi yang divonis ringan semakin banyak. "

Pada 2015, dominan hukuman untuk koruptor masuk kategori ringan, yaitu 1-4 tahun, sebanyak 401 terdakwa," ujar peneliti ICW Aradila Caesar di kantor ICW, Jakarta, Minggu (7/2/2016).

Arad mengatakan, rata-rata putusan pidana yang dijatuhkan terhadap terpidana korupsi sebesar 2 tahun 2 bulan untuk tahun 2015. Sementara untuk tahun 2014, rata-rata vonis hakim sebesar 2 tahun 8 bulan.

Pada tahun 2014, terdakwa yang divonis berat dengan hukuman di atas 10 tahun sebanyak 56 orang. Kemudian pada 2015 menurun drastis menjadi 3 orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com