Menurut dia, seluruh poin revisi memperlihatkan upaya melemahkan KPK.
Misalnya, kata Busyro, adanya pembatasan kewenangan KPK dalam penyadapan. DPR ingin KPK meminta ijin Dewan Pengawas sebelum melakukan penyadapan.
"Tampak DPR sangat khawatir. Jika anggota DPR memang jujur, kenapa takut disadap? Kenapa pula hanya KPK yang diganggu gugat tentang penyadapan?" ujar Busyro, saat dihubungi, Selasa (2/2/2016).
(Baca: Soal Revisi UU KPK, Jokowi Diminta Jangan seperti Pegang Bara Panas)
Busyro menilai, KPK tidak membutuhkan Dewan Pengawas yang perannya dikhawatirkan membatasi kewenangan pimpinan KPK.
Ia mengatakan, Komite Etik KPK sudah cukup untuk melakukan fungsi pengawasan dengan peningkatan kewenangan.
"Komite Etik KPK patut menjadi teladan keterbukaan dalam penegakan kode etik. Jauh dari MKD DPR yang semuanya unsur DPR," kata Busyro.
Baca: Ini Konsep Dewan Pengawas KPK yang Diinginkan DPR)
Busyro juga mempertanyakan munculnya usulan DPR soal kewenangan penghentian penyidikan.
Selama ini, KPK tidak pernah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena pembuktiannya selalu lengkap.
Menurut dia, adanya kewenangan itu justru membuka kesempatan bagi komisioner KPK yang lemah integritasnya untuk mengobral SP3.
(Baca: Revisi UU KPK untuk Siapa?)
Busyro juga tidak menyetujui pasal yang menyebutkan bahwa penyelidik dan penyidik KPK harus dari Polri atau Kejaksaan.
"Penyelidik dan penyidik dari Polri dan Kejakdaan sepenuhnya dibawah bimbingan KPK selama bertugas agar tidak ada loyalitas ganda dan pribadi ambivalen," kata Busyro.
Ia mengatakan, pemerintah harus tegas untuk menarik RUU tersebut. Jamgan sampai muncul kesan Presiden Joko Widodo ragu-ragu untuk memutus revisi ini.
Menurut dia, kelangsungan nasib UU KPK berada di tangan DPR dan Presiden.
"Jika kedua pihak bernafsu memaksakan kehendak, sementara KPK sebagau user tidak memerlukan penguatan, maka menjadi kewajiban moral elemen masyarakat madani untukk bersatu menolak dan menghentikan proses revisi ini," kata Busyro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.