Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca-teror di Seputar Sarinah, Ini Instruksi Kapolri bagi Polisi Se-Indonesia

Kompas.com - 20/01/2016, 08:59 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menginstruksikan sejumlah hal pasca-teror di seputar Sarinah, Jakarta Selatan, pekan lalu.

Instruksi ini ditujukan bagi semua polisi di Indonesia.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Anton Charliyan mengatakan, Kapolri memerintahkan personel mulai dari yang bertugas di pos polisi, kepolisian sektor, kepolisian resor, hingga kepolisian daerah ikut bertanggung jawab terkait penanganan aksi teror di daerah masing-masing.

"Jangan hanya dibebankan ke Densus 88 tanggung jawab itu, tetapi mulai dari pospol sampai polda harus ikut serta," ujar Anton, Rabu (19/1/2016) malam.

Kedua, Kapolri menginstruksikan personelnya untuk menggunakan sistem quick response ketika mendatangi tempat kejadian perkara aksi terorisme, baik itu baru sebatas ancaman, penangkapan, maupun jika aksi teror sudah terjadi.

Ketiga, Kapolri memerintahkan kepala satuan wilayah di seluruh Indonesia untuk menugaskan personel Sabhara dalam mem-backup personel polisi lalu lintas dalam melakukan tugas sehari-hari.

"Sebab, polantas adalah polisi yang selalu ada di lapangan. Mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat dan musuh. Sementara itu, kami tak bisa membekali mereka seluruhnya dengan senjata karena keterbatasan satu dan lain hal. Oleh sebab itu, pimpinan minta para Sabhara bantu tugas polantas," ujar Anton.

Keempat, Kapolri ingin satuan wilayah gencar melakukan razia gabungan, khususnya pada wilayah dan jam rawan.

Tiap-tiap satuan wilayah sudah memiliki peta situasi, baik terkait wilayah-wilayah maupun waktu-waktu kerawanan.

Pantau ISIS dan Gafatar

Terakhir, Kapolri secara khusus juga menginstruksikan personelnya untuk memperketat pemantauan kelompok radikal di Indonesia, khususnya ISIS dan Gafatar.

Tidak hanya terhadap aktivis organisasi ini, yang tercatat pernah melakukan teror, pemantauan juga dilakukan terhadap mereka yang hanya merupakan pengikut atau simpatisan.

"Monitoring yang dimaksud ini ya dipantau secara tersendiri. Secara khusus ya. Ada yang undercover dan sebagainya yang tak bisa kami ungkap," ujar Anton.

Terkait pemantauan terhadap simpatisan kelompok radikal, Anton memastikan bahwa hal tersebut tidak akan melanggar hak asasi manusia.

Saat ini, Polri mencatat, di Indonesia terdapat 1.085 kelompok radikal. Pendataan belum dilakukan secara menyeluruh. Namun, Polri yakin, pemantauan akan lebih optimal.

Pemantauan diyakini lebih optimal karena data itu akan dicek-silangkan dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (Bais), dan lembaga pemerintah terkait sehingga akurat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com