JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menampik jika Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri melakukan salah tangkap. Menurut dia, Densus 88 Antiteror tidak pernah melakukan hal demikian.
"Yang sering terjadi itu kalau kami TO (target operasi) seorang pelaku, kemudian kami tangkap, lalu di lokasi ada empat orang, ya semuanya kami bawa. Polisi punya wewenang menyelidiki sampai satu minggu. Kalau tidak ditemukan pidana dalam satu minggu itu, tentu kami lepas," ujar Badrodin di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/1/2016).
"Kalau begitu, mana ada Densus 88 yang salah tangkap? Apa begitu dibilang salah tangkap? Menurut saya tidak, kecuali si A jadi TO, pas ditangkap, ternyata bukan dia. Itu bisa dikatakan salah tangkap," kata dia.
Terlepas pada saat penangkapan tim Densus 88 tetap memperlakukan semua orang di lokasi target sama, yakni dengan diborgol, dibekuk, bahkan cenderung ke arah tindak kekerasan, menurut Badrodin, hal tersebut adalah wajar.
"Ya, kalau tidak diborgol dan lainnya, nanti dia melawan, bagaimana? SOP-nya memang seperti itu," ujar Badrodin.
Badrodin mengatakan, pihaknya selalu mengutamakan profesionalitas dalam penegakan hukum. Sejauh ini, menurut dia, profesionalitas Densus 88 cukup baik. (Baca: Berulang Kali Salah Tangkap, Profesionalisme Densus 88 Dipertanyakan)
Namun, jika ada orang yang menuntut rehabilitasi karena mengklaim dirinya salah tangkap, pihaknya akan melakukan kajian terlebih dahulu apakah cara bertindak tim sudah sesuai dengan prosedur atau belum.
"Kalau benar tidak sesuai dengan (prosedur), pasti akan kami penuhi untuk rehabilitasi," ujar Badrodin.
Sebelumnya, anggota Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menyebut, Densus 88 salah tangkap atas dua warga Solo, Jawa Tengah, Desember 2015. (Baca: Empat Orang Ditangkap Densus 88 di Solo, Dua Orang Dilepaskan)
Dua warga Solo yang hendak ke masjid ditangkap oleh Densus 88. Namun, saat diperiksa, ternyata keduanya bukan teroris.
"Kasus salah tangkap seperti itu bisa mengurangi tingkat profesionalitas Densus 88 dalam memerangi terorisme di Indonesia. Terlebih lagi, mereka yang salah tangkap juga mengalami tindak kekerasan fisik dan psikis," ujar dia melalui keterangan tertulisnya, Kamis (31/12/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.