Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Saksi Beberkan Peran Gatot dalam Dugaan Korupsi Bansos Sumut

Kompas.com - 03/12/2015, 10:38 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua orang pejabat dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) membeberkan peran Gubernur nonaktif Sumut Gatot Pujo Nugroho dalam proses penyusunan dana hibah atau bansos tahun anggaran 2012-2013 kepada penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.

Keduanya diperiksa sebagai saksi, Rabu (2/12/2015) kemarin.

Kedua pejabat itu adalah mantan Kepala Bagian Rumah Tangga Biro Umum Sekretaris Daerah Provinsi Sumut Ahmad Feri Tanjung dan Kepala Subbagian Tata Usaha Pimpinan pada Rumah Tangga Biro Umum Sekda Provinsi Sumut Fajar Arifianto.

"Kedua saksi (Ahmad dan Fajar) menjelaskan, benar atau tidaknya ada perintah menyusun nama-nama penerima hibah atau bansos (oleh Gatot), termasuk meminta (anak buahnya) memberikan bantuan agar (lembaga yang dituju) dapat menerima dana itu," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto, Kamis (3/12/2015).

Meski demikian, Amir enggan mengungkap jawaban kedua saksi perihal apakah perintah Gatot itu benar-benar ada atau tidak.

Menurut Amir, informasi tersebut sudah merupakan materi perkara yang tidak dapat diungkapkan kepada publik.

Selain Ahmad dan Fajar, penyidik juga memeriksa saksi lain, yakni mantan Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Sumut Chandra Syafei.

Kepada penyidik, Chandra menjelaskan tata cara penganggaran, pelaksanaan, prosedur pertanggungjawaban serta evaluasi dana bansos atau hibah, khususnya bagi penerima dana yang didugga fiktif atau tidak sesuai peruntukan.

Sedianya penyidik memanggil empat saksi untuk didengar keterangannya. Namun, hanya tiga saksi yang memenuhi panggilan.

Adapun, Kepala Subbagian Keuangan pada Bagian Anggaran Sekda Pemprov Sumut Agus Purwantoro tidak memenuhi panggilan penyidik.

"Saksi atas nama Agus tidak hadir tanpa ada keterangan," ujar Amir. 

Kasus dugaan korupsi dana hibah dan bansos pertama kali diusut Kejaksaan Tinggi Sumut, kemudian diambilalih Kejaksaan Agung.

Penyidik sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus itu, Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan Kepala Kesbangpolinmas Pemprov Sumut Eddy Sofyan.

Gatot ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tidak memverifikasi penerima dana terlebih dahulu. Akibatnya, dana bansos tak tepat sasaran serta menyebabkan kerugian negara senilai Rp 2,2 miliar.

Adapun, peran Eddy dalam dugaan tindak pidana itu yakni meloloskan data penerima bansos meskipun si penerima belum melengkapi syarat prosedur yang berlaku.

Gatot dan Eddy disangka Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com