Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Edaran Kapolri soal "Hate Speech" Dinilai sebagai Blunder

Kompas.com - 10/11/2015, 22:40 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pihak mendesak agar Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti menarik Surat Edaran Kepala Polri Nomor SE/06/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers, Asep Komarudin, menilai Kapolri telah melakukan blunder dengan mengeluarkan surat edaran tersebut.

Apalagi, surat edaran itu menjadikan pasal yang salama ini dianggap kontroversial dan menghalangi kebebasan berekspresi menjadi rujukan.

"Yang jadi permasalahan adalah masuknya pasal-pasal penghinaan, pencemaran nama baik lalu penyebaran berita bohong. Istilahnya, kalau kita bilang ini blunder," tutur Asep di Kantor Kontras, Senen, Jakarta, Selasa (10/11/2015).

Salah satu blunder yang dilakukan adalah dengan memasukkan pasal mengenai "perbuatan tidak menyenangkan" yang menjadi rujukan dalam surat edaran tersebut.

Asep mempertanyakan darimana referensi kepolisian untuk memasukkan unsur "tidak menyenangkan".

Apalagi, frase "perbuatan tidak menyenangkan" telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi dari Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga sudah tidak lagi digunakan.

"Kemudian ini muncul (di surat edaran). Polisi dapat referensi ini dari mana?" kata Asep.

Asep menegaskan, Kapolri perlu mengkaji surat edaran tersebut secara lebih mendalam, jika perlu menariknya. Jika tidak ditarik, ia mengkhawatirkan surat tersebut malah menimbulkan kehancuran karena peraturannya yang multitafsir dan multiinterpretasi.

Ia juga menyinggung jenis delik hate speech yang berbeda dengan delik pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong.

Pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong yang merupakan delik aduan, menurut Asep, tidak bisa digeneralisir dalam satu aturan. Karena, ini akan berdampak pada implikasi di lapangan.

"Hate speech bukan delik aduan. Objek pengaturannya juga berbeda. Ini jadi permasalahan karena akan berdampak pada implikasi di lapangan," ujar Asep.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com