"Mereka ada yang berfoto menggunakan jas partai politik. Ada juga calon hakim yang foto bersalaman dengan petinggi partai tertentu. Informasi ini begitu mudah kami temukan di media sosial si calon hakim," ujar Wana saat konferensi pers di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (4/11/2015).
Bahkan, lanjut Wana, ada calon hakim yang menjabat Kepala Divisi Bidang Hukum dan HAM di partai politik tertentu.
"Kami temukan juga ada calon hakim yang pernah jadi anggota DPRD periode 2009-2014 di suatu daerah juga," lanjut Wana.
Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri dari kelompok pegiat antikorupsi, lanjut Wana, mempertanyakan keputusan MA yang sampai meloloskan mereka hingga tahap sekarang ini.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Mico Susanto Ginting yang turut dalam koalisi bahkan mengancam bakal membeberkan calon hakim ad hoc Tipikor yang dimaksud jika MA main-main dengan tahap seleksinya.
"Ini demi independensi hakim Tipikor yang seharusnya jadi ujung tombak pemberantasan korupsi. Jadi kalau mereka-mereka itu masih diloloskan, kami tidak ragu akan buka datanya ke publik," ujar Mico.
MA saat ini sedang merekrut hakim ad hoc Tipikor 2015. Koalisi Pemantau Peradilan, menjadi salah satu kelompok masyarakat yang diminta menelusuri rekam jejak calon-calon hakim.
Saat ini, ada 58 calon hakim yang lolos dari tahap seleksi tertulis. Masih ada tahap seleksi, antara lain tahap penelusuran rekam jejak yang dilakukan koalisi, profile assessment dan wawancara.