Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/10/2015, 19:00 WIB

Oleh: Doni Koesoema A

JAKARTA, KOMPAS - Program Kementerian Pertahanan untuk membentuk kader bela negara membawa kita pada romantisme pendidikan karakter ala Sparta, seperti dipuisikan dalam syair Tirteo, "... indahlah gugur di barisan depan dalam pertempuran bagi negara". Mati membela negara adalah harkat martabat tertinggi yang dicapai manusia.

Apakah idealisme patriotis ala Sparta ini masih relevan bagi Indonesia? Indonesia bukanlah Sparta. Namun, baik kiranya Indonesia belajar dari sejarah bagaimana Sparta membentuk karakter warganya.

Kota Sparta pada masa keemasan (VIII-VI SM) sesungguhnya telah melampaui apa yang kemudian dilakukan di Athena pada abad ke-5. Sparta pada masa itu memiliki wajah humanis dan demokratis. Sparta merupakan pusat kebudayaan, seni, dan keindahan. Ia sangat terbuka terhadap kehadiran orang-orang asing, toleran, dan sangat berprestasi dalam olahraga.

Titik balik Sparta terjadi pada 550 SM ketika terjadi revolusi sosial politik. Saat itu, para tiran memegang kendali kekuasaan secara totaliter. Semenjak itu, Sparta memisahkan diri dari kota-kota lain di Yunani dari sisi ideologis, menjadi anti demokratis, sepenuhnya militeristis, dan dipimpin elite militer tertutup yang memobilisasi massa demi kepentingan sosial dan politik.

Pendidikan karakter ala Sparta terarah pada pertumbuhan keutamaan moral sebagai warga negara yang memiliki rasa cinta secara total kepada tanah air, menghargai kekuatan dan kekerasan, mengutamakan latihan fisik demi kesiapan tempur dan ketaatan total kepada tanah air. Idealisme kepahlawanan kolektif yang totalitaristis menjadi spirit tiap warga negara. Individu hilang dalam spirit negara.

Idealisme Sparta

Manusia ideal terbentuk ketika individu mampu mengatasi diri sendiri dan bersedia memberikan jiwa dan raga demi kepentingan nilai yang lebih tinggi. Berkorban bagi bangsa menjadi etika baru bagi setiap warga negara. Etika baru ini memiliki dimensi transendentalitas berupa semangat pengorbanan diri demi kebaikan komunitas.

Etika kewarganegaraan ala Sparta-yang di dalamnya setiap warga negara memiliki tanggung jawab moral untuk membela kepentingan bangsa dan negara, mengatasi pamrih individu atau kelompok sempitnya-masih sangat relevan. Peristiwa intoleransi di Aceh saat ada kecenderungan kelompok main golok demi ideologi agama dan keyakinan yang sifatnya subyektif, maraknya terorisme, kekerasan, korupsi, serta kejahatan terhadap anak dan perempuan merupakan ancaman nyata kekokohan bangsa.

Indonesia jelas membutuhkan semangat bela negara, yang setiap warganya bersedia memberikan jiwa dan raga demi kepentingan komunitas yang mengatasi ego pribadi dan berani berkorban demi kepentingan yang mengatasi pamrih individu, kelompok, dan golongan. Namun, apakah pendidikan karakter cara-cara militer, bermodel pelatihan kilat, merupakan cara tepat untuk memenuhi panggilan luhur bela bangsa ini?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jajak Pendapat Litbang Kompas: 72,6 Persen Responden Minta Pelibatan Masyarakat dalam Revisi UU MK

Jajak Pendapat Litbang Kompas: 72,6 Persen Responden Minta Pelibatan Masyarakat dalam Revisi UU MK

Nasional
Bareskrim Sebut Caleg PKS di Aceh Tamiang Berperan Jadi Pengendali Narkoba

Bareskrim Sebut Caleg PKS di Aceh Tamiang Berperan Jadi Pengendali Narkoba

Nasional
Wakil Ketua Banggar Sarankan DPR Bentuk Lembaga Independen untuk Hasilkan Kebijakan Anggaran secara Akurat 

Wakil Ketua Banggar Sarankan DPR Bentuk Lembaga Independen untuk Hasilkan Kebijakan Anggaran secara Akurat 

Nasional
PKS Akan Pecat Calegnya yang Ditangkap karena Kasus Narkoba di Aceh Tamiang

PKS Akan Pecat Calegnya yang Ditangkap karena Kasus Narkoba di Aceh Tamiang

Nasional
Jaksa Agung-Kapolri Hadir di Istana di Tengah Isu Jampidsus Dibuntuti Densus 88

Jaksa Agung-Kapolri Hadir di Istana di Tengah Isu Jampidsus Dibuntuti Densus 88

Nasional
Bareskrim Tangkap Caleg PKS di Aceh Tamiang Terkait Kasus Narkoba

Bareskrim Tangkap Caleg PKS di Aceh Tamiang Terkait Kasus Narkoba

Nasional
KPK Panggil Lagi Fuad Hasan Masyhur Jadi Saksi TPPU SYL

KPK Panggil Lagi Fuad Hasan Masyhur Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
2 KRI yang Ikut Amankan WWF di Bali Punya Kemampuan Sistem Reverse Osmosis, Apa Itu?

2 KRI yang Ikut Amankan WWF di Bali Punya Kemampuan Sistem Reverse Osmosis, Apa Itu?

Nasional
Menanti Penjelasan Polri-Kejagung soal Dugaan Densus 88 Buntuti Jampidsus

Menanti Penjelasan Polri-Kejagung soal Dugaan Densus 88 Buntuti Jampidsus

Nasional
Tanda Tanya Pembuntutan Jampidsus oleh Densus 88 dan Perlunya Kejagung-Polri Terbuka

Tanda Tanya Pembuntutan Jampidsus oleh Densus 88 dan Perlunya Kejagung-Polri Terbuka

Nasional
Sidang Praperadilan Sekjen DPR Indra Iskandar Lawan KPK Digelar Hari Ini

Sidang Praperadilan Sekjen DPR Indra Iskandar Lawan KPK Digelar Hari Ini

Nasional
KPK Hadirkan Istri, Anak, dan Cucu SYL Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

KPK Hadirkan Istri, Anak, dan Cucu SYL Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

Nasional
[POPULER NASIONAL] Tangis Puan di Rakernas PDI-P | Penjelasan TNI soal Kejagung Dijaga Personel Puspom

[POPULER NASIONAL] Tangis Puan di Rakernas PDI-P | Penjelasan TNI soal Kejagung Dijaga Personel Puspom

Nasional
Rakernas V PDI-P: Air Mata Puan, Tarik-ulur Mega, dan Absennya Prananda

Rakernas V PDI-P: Air Mata Puan, Tarik-ulur Mega, dan Absennya Prananda

Nasional
Megawati: Mungkin Tampangku Cantik, Pintar, Ratunya PDI-P, tapi Aku Ya 'Ratu Preman' Lho...

Megawati: Mungkin Tampangku Cantik, Pintar, Ratunya PDI-P, tapi Aku Ya "Ratu Preman" Lho...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com