Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman "Ghetto-Ghetto" Siber Seusai Pilpres

Kompas.com - 19/10/2015, 18:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Pada 20 Oktober esok hari, sudah genap satu tahun Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dilantik menjadi nakhoda negeri ini. Namun, di dunia maya, jejak-jejak "perang" dukungan semasa Pemilihan Presiden 2014 masih berakar kuat. Kini muncul kecenderungan polarisasi sikap netizen terhadap pemerintah. Akankah ini menjadi ancaman demokrasi digital di Indonesia?

Selama masa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, diskusi soal pasangan calon presiden dan calon wakil presiden berlangsung panas di media sosial. Netizen atau pengguna internet saling berbagi tautan informasi soal pasangan calon. Mereka juga bertukar komentar. Berbagai kreativitas di dunia maya yang muncul menunjukkan masyarakat aktif dalam perhelatan pilpres.

Di sisi lain, tidak jarang netizen saling meng-unfriend atau meng-unfollow akun yang punya pandangan politik berbeda. Fachri (30), warga Yogyakarta, termasuk netizen yang aktif menyebar konten calon presiden pada pilpres lalu. Tidak jarang, karyawan sebuah perusahaan ini berdebat sengit dengan teman- temannya di Facebook. Belakangan, teman-teman yang berseberangan pendapat dengannya memblok akun Fachri. Dengan demikian, mereka tak perlu melihat status-statusnya.

Irma Priyadi (35) mengalami hal serupa. Hanya saja, ibu rumah tangga yang tinggal di Bogor, Jawa Barat, ini tak ambil pusing. Dia mengaku tak mudah mengubah pandangan netizen yang sudah telanjur suka atau telanjur benci pada kandidat pasangan calon tertentu. Polarisasi dukungan tak sulit diamati karena saat itu hanya ada dua pasangan calon. Setelah pilpres, polarisasi dukungan tak kunjung surut. Diskusi di dunia maya bergeser dari awalnya siapa di antara kedua tokoh itu yang paling layak memimpin menjadi pro dan kontra terhadap sepak terjang pemerintahan Jokowi-Kalla.

Beberapa pekan jelang setahun pemerintahan Jokowi-Kalla, di media sosial, baik di Facebook maupun di Twitter, bisa dengan mudah ditemui diskusi yang kontra ataupun mendukung pemerintahan Jokowi-Kalla. Di Twitter, sejak akhir September bisa ditemui tagar seperti #JokowiGagalTotal atau #JokowiNotUs.

Dari hasil penelusuran di layanan analisis media sosial Topsy, ada 18.950 kicauan yang memuat tagar #JokowiGagalTotal. Sementara tagar #JokowiNotUs di-tweet 13.903 kali sebulan terakhir. Akun @AlfinLogaritma, misalnya, menulis "cie di abang foto sendiri di tengah kebakaran hutan. Pencitraan mulu bang. Mending turunin harga dolar sono. Jalan2 mulu#JokowiGagalTotal". Akun @Ginggar_GK menulis "dunia usaha kian menjadi sulit phk massal segera terjadi#JokowiGagalTotal".

Sebagai respons dari tagar-tagar di atas, lantas muncul tagar yang mendukung Jokowi-Kalla, seperti #MaafkanHaters dan #SupportPresidenRI. Topsy mencatat tagar #MaafkanHaters di-tweet 7.198 kali selama 16 September hingga 16 Oktober. Sementara tagar #SupportPresidenRI dikicau 40.222 kali. Akun @FrontalSob, misalnya, berkicau, "ketika makian dibalas dengan memaafkan. Keren lah #MaafkanHaters". Akun @Dicky_Pandawa menulis, "mereka yang menghina, mereka yang membuat medianya, mereka sendiri yang percaya.#MaafkanHaters".

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com