Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elsam Nilai UU HAM Sudah Buruk, Apalagi jika Disatukan di KUHP

Kompas.com - 17/09/2015, 21:37 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Program Officer bidang Monitor dan Advokasi di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, kecewa dengan Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) yang masuk ke dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebab, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) dinilai sudah buruk dengan hanya memasukkan dua jenis kejahatan.

Wahyudi memaparkan, ada empat jenis kategori kejahatan HAM berat, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, genosida, dan agresi. Namun, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM hanya mengambil dua jenis kejahatan, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.

“Rancangan KUHP kita mencampuradukkan keempat kejahatan ini dalam satu pasal. Jadi, rancangan ini lebih buruk dari Undang-Undang HAM yang sudah buruk,” ujar Wahyudi dalam diskusi Aliansi Nasional Reformasi KUHP di Jakarta, Kamis (17/9/2015).

Terlebih jika menggunakan asas legalitas, menurut dia, maka semua kejahatan yang dilakukan sebelum KUHP baru itu disahkan, tidak akan bisa diadili. Karena itu, konsep rumusan yang dipaksakan akan menjadi persoalan.

“Secara konstitusional, ketentuan yang berlaku retroaktif untuk pidana HAM dinyatakan sah dan legal. Kenapa tiba-tiba dimatikan oleh R-KUHP?” ujar Wahyudi.

Selama ini, revisi KUHP dianggap dilakukan untuk melakukan kodifikasi atau penyatuan semua hukum pidana dalam satu regulasi khusus. Dengan adanya kodifikasi hukum pidana nasional, maka segala macam ketentuan perundang-undangan pidana, rencananya akan disatukan secara sistematis ke dalam satu buku khusus.

Padahal, saat ini ada sejumlah UU pidana khusus yang dibuat di luar KUHP. Beberapa UU di luar KUHP tersebut di antaranya mengatur tentang HAM, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana korupsi, dan lain sebagainya.

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita menilai, kodifikasi justru akan merusak kepastian hukum di Indonesia. Ia menilai jika revisi KUHP disetujui, Indonesia akan mengalami kemunduran dalam penegakan hukum. (Baca: Kodifikasi dalam Revisi KUHP Dianggap Kemunduran dalam Penegakan Hukum)

“Kita sudah sejak tahun 1955 sudah keluar dari kodifikasi total (pembukuan jenis-jenis hukum dalam satu kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap). Menurut saya ini justru kita menarik mundur sejarah, Padahal yang kita tarik ini aturan loh, yang sudah mengikat publik,” ujar Romli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com