Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Pilkada Serentak, Momentum Memilih Pemimpin Berwawasan Kebangsaan

Kompas.com - 02/09/2015, 16:45 WIB
advertorial

Penulis


Pilkada serentak yang sebentar lagi akan berlangsung harusnya dapat menjadi pembelajaran berpolitik. Pilkada serentak adalah kesempatan memilih orang yang punya wawasan kebangsaan.

Pada acara Pekan Politik Kebangsan III yang diadakan Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik (HMJIP) Universitas Andalas pada Selasa (1/9) lalu, Ketua MPR Zulkifli Hasan mengharapkan tidak ada lagi politik pragmatis dan transaksional. Beliau pun berharap Pilkada serentak dapat menjadi pertarungan politik untuk memilih pemimpin yang berwawasan kebangsaan.

"Pertarungan politik dalam Pilkada serentak semestinya adalah momentum pertarungan politik yang berwawasan kebangsaan yang menguntungkan rakyat," ujar beliau.

Selanjutnya, menurut beliau semua perangkat Pilkada baik KPU, Bawaslu, Panwas, maupun pengawas pemilu independen dapat berjalan secara optimal walaupun tidak mudah. "Jangan ada istilah NPWP, nomor piro wani piro," ujarnya.

Zulkifli Hasan pun sempat mencontohkan kasus Pilkada Surabaya yang tiba-tiba calon walikotanya lari dan setelah diberikan pengganti, KPU memutuskan jika calon tersebut tidak memenuhi syarat. Sehingga, Zulkifli Hasan pada acara tersebut meminta kepada civitas academica Universitas Andalas untuk mengawasi pelaksanaan Pilkada serentak ini.

Selain memberikan pencerahan soal Pilkada serentak, Ketua MPR juga menyinggung soal bagaimana kisruhnya lembaga negara setelah UUD diamandemen. Setiap lembaga negara merasa memiliki kekuasaan dan merasa paling berkuasa, "Setelah perubahan UUD, tidak ada lagi lembaga tertinggi. Karena setiap lembaga negara memilki UU, masing-masing merasa punya kuasa," ujarnya.

"Kata DPR, kami yang berkuasa karena kami yang membuat UU dan mengatur keuangan, tetapi kata DPD, kami yang berkuasa karena kami yang punya daerah, MPR pun juga merasa paling berkuasa karena MPR yang melantik presiden dan mengubah UUD," ujarnya mencontohkan. Selain di lembaga perwakilan, lembaga lain dan bahkan di daerah pun hal tersebut terjadi. Makanya, karena adanya rasa paling berkuasa, lanjut beliau baru terjadi dan mungkin hanya di Indonesia, Presiden berpidato tiga kali pada saat sidang 14 Agustus lalu.

Akhirnya, Zulkifli Hasan pun meminta kembali kepada akademisi universitas untuk mengkaji lagi sistem ketatanegaraan Indonesia. "Inilah sistem kita. Apakah sistem ketatanegaran kita sudah baik? Inilah yang perlu dikaji akademisi universitas," tutup beliau.

Saatnya membangun SDM, bukan lagi bergantung pada SDA

Pada hari yang sama, Ketua MPR Zulkifli Hasan menyempatkan diri untuk datang di acara sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) yang digelar Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DPD Sumatera Barat. Pada saat membuka acara tersebut, Zulkifli mengatakan, Indonesia sejak 70 tahun lalu sudah sepakat untuk tidak mempermasalahkan suku, agama, golongan atau kelompok.

"Kalau sekarang ada masalah baik internal maupun eksternal agama kemudian ribut. Misalnya perbedaan penentuan Idul Adha, itu tidak Pancasilais. Mundur jauh sebelum 18 Agustus 1945," katanya.

Selaian SARA, menurut Zulkifli Hasan tantangan Indonesia ke depan adalah membangun sumber daya manusia (SDM). Mengapa? Karena, pendapatan per kapita Indonesia kalah dengan Singapura padahal mereka tidak memiliki kekayaan alam. Pendapatan per kapita Singapura sudah mencapai 55.000 dolar Amerika (Rp 800 juta). Pendapatan per kapita Indonesia hanya Rp 45 juta.

"Dulunya Singapura hanya pulau kosong tak berpenghuni, tidak punya kekayaan alam. Tetapi saat ini pendapatan per kapita mereka lebih tinggi," ujarnya.

Lalu, beliau berpesan jika tantangan Indonesia selanjutnya adalah membangun SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga bisa bersaing dengan bangsa lain. SDM yang baik akan mampu mengurangi pengangguran dan kemiskinan, dan pada akhirnya dapat memakmurkan negara. Diakhir pembukaannya, beliau meminta KNPI ikut menyumbangkan pemikiran mengenai sistem ketatanegaraan. "Di MPR ada Lembaga Pengkajian, pemikiran dari KNPI bisa disalurkan melalui lembaga ini," ujarnya. (adv)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com