Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Pesepeda Cegat Konvoi Harley di Yogya Terjadi karena Ketidakadilan di Jalan

Kompas.com - 17/08/2015, 09:46 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, menilai bahwa polisi kurang adil dalam peristiwa penghadangan seorang pesepeda terhadap pengendara Harley Davidson di Sleman, Yogyakarta, Jumat (14/8/2015) lalu. Bambang yang merupakan mantan polisi dengan pangkat komisaris besar itu mengkritik pernyataan bahwa aktivitas para pengemudi motor gede (moge) itu telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Polisi itu jangan hanya bekerja berdasarkan hukum normatif. Polri kurang adil namanya kalau bekerjanya seperti itu," ujar Bambang saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/8/2015) pagi.

Semestinya, dalam setiap penerapan hukum normatif, polisi juga harus peka dalam melihat lingkungan sosial. Hal itu patut dilakukan juga supaya tidak menyebabkan ketimpangan, bahkan kecemburuan di masyarakat.

"Ini karena polisi bukan hanya menjalankan fungsi penegak hukum, melainkan juga pengelolaan keamanan dan ketertiban masyarakat yang pertimbangannya didasarkan aspek sosial," ujar Bambang.

Di Yogyakarta, lanjut Bambang, bersepeda adalah salah satu kearifan lokal. Namun, polisi tidak peka melihat kearifan lokal itu sehingga menimbulkan gejolak dalam persepsi masyarakat.

Pesepeda yang menghadang itu, menurut Bambang, merupakan bentuk ekstrem dari masyarakat yang melihat ketidakadilan di jalan raya. Jika polisi masih bersikeras bahwa tindakan mereka dalam peristiwa itu telah sesuai UU, Bambang menilai bahwa polisi berlindung di balik peraturan dan perundangan demi kepentingan kelompok tertentu.

"Polisi jadi dilihat seolah-olah berlindung di balik undang-undang cuma demi kepentingan kelompok tertentu. Harusnya kan lebih luas dan tidak tertentu," ujar Bambang.

Seorang pesepeda bernama Elanto Wijoyono menghadang konvoi Harley di persimpangan Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta, Jumat (14/8/2015). Peristiwa ini tersebar lewat media sosial. Menanggapi peristiwa itu, Jusri Puluhubu, founder Jakarta Defensive Driving Consulting, turut angkat bicara.

"Para stakeholder jalan raya, baik pengguna, petugas lalu lintas, maupun pemerintah yang memiliki kepentingan di jalan raya harusnya memahami tata tertib dan undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," ujar Jusri.

Pengawalan polisi, menurut Jusri, bisa dilakukan atas permintaan izin atau karena memang dibutuhkan agar bisa teratur. Ketika mengawal, polisi pun dianggap memiliki hak merekayasa lalu lintas dengan tujuan memperlancar arus lalu lintas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com