Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Sidangkan Larangan Ipar Petahana Ikut Pilkada

Kompas.com - 01/07/2015, 10:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang pengujian ketentuan larangan ipar dari petahana untuk menjadi calon kepala daerah (pilkada) yang dimohonkan oleh HA Irwan Hamid, Selasa (1/7/2015).

Larangan ipar petahana ikut Pilkada ini diatur dalam ketentuan Penjelasan Pasal 7 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Penjelasan Pasal 7 UU Pilkada berbunyi: "Yang dimaksud dengan tidak memiliki konflik kepentingan adalah antara  lain, tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan."

Ketentuan ini merupakan penjelasan dari Pasal 7 huruf r yang berbunyi: "Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut; tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana."

Kuasa Hukum Pemohon, Andi Irmanputra Sidin, melalui pesan singkatnya di Jakarta, mengatakan bahwa ketentuan ini dibentuk tanpa konsep, dan rasionalitas konstitusi namun berbasis emosional.

"Dasar apa produk kekuasaan DPR ini membatasi seluruh warga negara berstatus ipar petahana tidak dapat menjadi calon kepala daerah dengan memvonis bahwa pasti terjadi konflik kepentingan, terjadi penyalahgunaaan kewenangan petahana untuk menguntungkan sang ipar," kata Irmanputra Sidin.

Dia mengatakan, ipar hanyalah ikatan kekerabatan yang timbul akibat ikatan perkawinaan yang dilakukan oleh saudara kandung seseorang yang kebetulan adalah/atau menjadi petahana. 

"Ikatan perkawinan ini tidak bisa dilarang, dicegah apalagi diputus oleh ipar tersebut. Karena merupakan hak konstitusional saudara kandungnya untuk melakukan ikatan perkawinanan dengan siapapun hanya karena sang ipar bercita cita menjadi calon kepala daerah," ucapnya.

Menurut Irman bahwa ikatan organisasi, seperti parpol yang sama dengan petahana lebih cenderung konflik kepentingan. "Besar kemungkinan terdapat instruksi organisatoris parpol kepada seluruh kadernya untuk memenangkan calon yang notabene satu ikatan parpol dengan petahana," kata dia.

Yang pasti, lanjutnya, justru ipar, adalah "seteru politik" dengan petahana dalam salah satu pilkada di Indonesia yang telah berlangsung selama ini.

"Oleh karenaya tidak boleh atas nama wakil rakyat sekalipun produknya bisa melanggar konstitusi," katanya.

Irman berharap melalui pengujian UU di MK ini pihaknya memiliki "kuda-kuda" konstitusional yang kuat atau tidak, karena jangan sampai legislasi sudah menjadi medium vonis hukuman terhadap seseorang yang tak mengerti apa-apa hanya karena kebetulan adalah ipar dari seorang petahana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com