Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

De-Soekarnoisasi dan Adu Domba

Kompas.com - 20/06/2015, 17:53 WIB

Oleh: Iwan Santosa

KOMPAS - Semasa memimpin Indonesia, Presiden Soekarno berulang kali mengajarkan pentingnya membangun bangsa yang satu, setara dalam keberagaman. Namun, seiring berakhirnya Orde Lama, sejumlah gagasan dan peran Soekarno sempat disamarkan. Tempat kelahiran Bung Karno pun sempat muncul dalam dua versi, Blitar dan Surabaya, Jawa Timur.

Tidak hanya tentang Soekarno, penggelapan sejarah juga dilakukan terhadap sejumlah teman seperjuangan Soekarno. Hal ini, antara lain, terlihat dari hilangnya nama empat rekan Soekarno di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yakni Liem Koen Hian, Oey Tiang Tjoei, Oei Tjong Hauw, dan Tan Eng Hoa. Nama empat orang itu tak ada dalam buku sejarah nasional sejak 1977.

Sejarawan dari Yayasan Nation Building, Didi Kwartanada, mengatakan, pada era Orde Lama, empat tokoh Tionghoa tersebut ada dalam buku sejarah nasional Indonesia.

"Setelah 1977, nama empat tokoh Tionghoa tersebut hilang dan justru bertambah ada tiga tokoh Arab dan satu tokoh Indo-Eropa, PF Dahler. Padahal, aslinya di BPUPKI hanya AR Baswedan mewakili masyarakat Peranakan Arab, PF Dahler mewakili golongan Peranakan Eropa, dan ada empat orang Tionghoa mewakili kelompok Peranakan dan Totok," kata Didi.

Padahal, tokoh seperti Liem Koen Hian berdiskusi mendalam dengan Soekarno soal dasar negara. Dalam rapat BPUPKI, Liem Koen Hian juga sudah mengusulkan kebebasan pers. Namun, usulan tersebut tidak diakomodasi lebih lanjut. "Bisa dibilang Liem Koen Hian itu bapak kebebasan pers," ujar Didi.

Pada edisi selanjutnya buku sejarah nasional Indonesia pasca 1998, empat tokoh Tionghoa dalam BPUPKI itu masih hilang.

Sejarawan Daradjadi asal Pura Mangkunegaran, Surakarta, yang menulis buku Geger Pacinan, menuturkan, keberadaan laskar Koalisi Jawa-Tionghoa melawan VOC pada 1740-1743 juga hilang dari buku sejarah nasional yang terbit pada masa Orde Baru. Padahal, kisah perjuangan bersama masyarakat Jawa dan Tionghoa itu masih ada di buku sejarah nasional yang terbit pada 1963.

"Panglima Tionghoa Kapitan Sepanjang yang memimpin pasukan Koalisi Jawa-Tionghoa hilang dari sejarah. Padahal, teman seperjuangannya, yaitu Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyowo, jadi pahlawan Indonesia," kata Daradjadi.

Dikaburkan

Tidak hanya ingatan terkait kebersamaan dan keberagaman dalam perjalanan sejarah Nusantara hingga masa awal Republik Indonesia, kiprah dan sumbangsih Soekarno juga sempat dikaburkan.

"Bahkan, sempat ada upaya menggantikan peran Soekarno sebagai penggali Pancasila dengan menyebut Muhammad Yamin sebagai sosok yang pertama kali mengemukakan konsep Pancasila. Itu merupakan upaya pemutarbalikan fakta yang vulgar," ujar sejarawan Bonnie Triyana.

Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, mencatat, pada masa Orde Baru juga sempat muncul dua alinea tambahan di buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams.

Dua alinea yang ada di buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang dicetak berkali-kali semasa Orde Baru itu diduga ingin bermaksud membenturkan Soekarno dengan Hatta dan Sjahrir.

Alinea tersebut adalah "Tidak ada yang berteriak 'kami menghendaki Bung Hatta'. Aku tidak memerlukannya. Sama seperti aku tidak memerlukan Sjahrir yang menolak untuk memperlihatkan diri di saat pembacaan Proklamasi. Sebenarnya aku dapat melakukannya seorang diri, dan memang aku melakukannya sendirian. Di dalam dua hari yang memecahkan urat syaraf itu maka peranan Hatta dalam sejarah tidak ada."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Nasional
Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Nasional
Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com