Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Kondensat, Bareskrim Akan Periksa Purnomo Yusgiantoro

Kompas.com - 29/05/2015, 10:06 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri akan memeriksa mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro.

Purnomo akan diperiksa sebagai saksi terkait perkara dugaan korupsi penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), serta Kementerian ESDM.

"Ya, memang ada rencana kami memeriksa beliau (Purnomo Yusgiantoro)," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/5/2015).

Victor mengatakan, sebelum memeriksa Purnomo, penyidik akan memeriksa mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, Evita Herawati Legowo, pada Jumat (5/6/2015).

"Urut-urutannya Bu Evita dulu. Setelah sudah diperiksa, baru ke dia (Purnomo Yusgiantoro). Jadi bertahap," ujar Victor.

Maksud pemeriksaan Purnomo, lanjut Victor, untuk mengetahui tugas, pokok, dan fungsi menteri ESDM terkait kebijakan penjualan kondensat. Penyidik ingin mengetahui secara utuh bagaimana situasi, apa payung hukum, dan seberapa jauh menteri mengetahui mekanisme penjualan kondensat tersebut.

"Nanti kita lihat saja apa perkembangan dari pemeriksaan Bu Evita, kemudian ke beliau (Purnomo), mudah-mudahan ada keterkaitan demi membongkar kasus ini," ujar Victor.

Bareskrim tengah mengusut perkara dugaan korupsi lewat penjualan kondensat. Kasus itu melibatkan PT TPPI, SKK Migas, dan Kementerian ESDM.

Penyidik menemukan sejumlah indikasi tindak pidana. Pertama, penunjukan langsung PT TPPI oleh SKK Migas untuk menjual kondensat. Kedua, PT TPPI telah melanggar kebijakan wakil presiden untuk menjual kondensat ke Pertamina. PT TPPI malah menjualnya ke perusahaan lain.

Penyidik juga menemukan bahwa meskipun kontrak kerja sama SKK Migas dengan PT TPPI ditandatangani Maret 2009, tetapi PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual. Selain itu, PT TPPI juga diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara.

Penyidik telah mengantongi kalkulasi dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kerugian negara akibat dugaan korupsi itu, yakni mencapai 139 juta dollar AS. Penyidik telah berkoordinasi dengan PPATK untuk menelusuri aliran dana itu.

Hingga saat ini penyidik sudah memeriksa 30 saksi, baik dari pihak SKK Migas, PT TPPI, maupun Kementerian ESDM.

Belakangan, penyidik telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni DH, RP, dan HW. Dari ketiga itu, hanya HW yang belum diperiksa lantaran berada di Singapura karena sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

21 Persen Jemaah Haji Indonesia Berusia 65 Tahun ke Atas, Kemenag Siapkan Pendamping Khusus

21 Persen Jemaah Haji Indonesia Berusia 65 Tahun ke Atas, Kemenag Siapkan Pendamping Khusus

Nasional
Jokowi Sebut Impor Beras Tak Sampai 5 Persen dari Kebutuhan

Jokowi Sebut Impor Beras Tak Sampai 5 Persen dari Kebutuhan

Nasional
Megawati Cermati 'Presidential Club' yang Digagas Prabowo

Megawati Cermati "Presidential Club" yang Digagas Prabowo

Nasional
Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK, Diduga Sewa Pengacara Sengketa Pileg untuk Lawan MK di PTUN

Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK, Diduga Sewa Pengacara Sengketa Pileg untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Pascaerupsi Gunung Ruang, BPPSDM KP Lakukan “Trauma Healing” bagi Warga Terdampak

Pascaerupsi Gunung Ruang, BPPSDM KP Lakukan “Trauma Healing” bagi Warga Terdampak

Nasional
Momen Jokowi Bersimpuh Sambil Makan Pisang Saat Kunjungi Pasar di Sultra

Momen Jokowi Bersimpuh Sambil Makan Pisang Saat Kunjungi Pasar di Sultra

Nasional
Jokowi Jelaskan Alasan RI Masih Impor Beras dari Sejumlah Negara

Jokowi Jelaskan Alasan RI Masih Impor Beras dari Sejumlah Negara

Nasional
Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

Nasional
Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Nasional
Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Nasional
Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Nasional
Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Nasional
KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com