Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/05/2015, 15:03 WIB


Oleh: Saldi Isra

JAKARTA, KOMPAS - Setelah menunggu dan melewati perdebatan cukup lama, akhirnya Presiden Joko Widodo menerbitkan keputusan presiden mengenai pembentukan Panitia Seleksi Calon Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Tidak seperti panitia seleksi yang lain, nama-nama mereka yang akan menyeleksi calon pemimpin lembaga antirasuah ini diumumkan langsung oleh Presiden Jokowi.

Meski diumumkan langsung oleh Presiden Jokowi, fokus perhatian sebagian kalangan bukan pada titik ini, melainkan lebih pada pilihan semua nama panitia seleksi (pansel) yang diisi oleh tokoh perempuan. Hampir dapat dipastikan, tidak seorang pun yang menduga bahwa Jokowi akan hadir dengan pilihan yang tentunya dapat dikatakan berada di luar pakem komposisi sebuah panitia seleksi yang biasanya didominasi kaum adam.

Oleh karena itu, dalam batas penalaran yang wajar, tidak terlalu berlebihan seandainya banyak yang terkejut dengan komposisi pilihan ini. Namun, bagi saya, "sembilan srikandi" penentu masa depan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini dapat dikatakan sebagai sebuah pilihan menarik yang disodorkan Presiden Jokowi. Bahkan, merujuk pro-kontra nama-nama yang muncul sebelum pengumuman Jokowi, pilihan ini sekaligus merupakan jalan keluar dari rebutan banyak kepentingan.

Dibandingkan dengan pansel pimpinan KPK yang pernah dibentuk, komposisi saat ini diisi oleh mereka yang memiliki latar belakang dan keilmuan yang sangat beragam. Apabila sebelumnya didominasi oleh mereka yang berasal dari kalangan hukum, baik sebagai praktisi maupun akademisi, Pansel Pimpinan KPK 2015 lebih komprehensif. Komposisi demikian memberikan peluang hadirnya pimpinan KPK dengan latar belakang yang jauh beragam dalam menghadapi tantangan pemberantasan korupsi ke depan.

Dari berbagai perspektif, Jokowi berupaya memulai proses seleksi calon pimpinan KPK jauh dari pro-kontra. Misalnya, sekiranya memilih nama-nama yang posisi mereka sudah begitu jelas (baik pro maupun kontra) dengan KPK, suasana ini akan terbawa terus sampai pada proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR nantinya. Tentunya akan jauh lebih memicu perdebatan jika semuanya diisi oleh figur yang sikap mereka terkesan sangat memihak KPK atau diisi oleh figur yang semuanya terkesan berseberangan dengan KPK.

Bahkan, dengan alasan untuk menjaga keseimbangan, kalaupun Jokowi berupaya memilih anggota pansel gabungan dari nama-nama yang terkesan sangat memihak KPK dan mereka yang terkesan sangat berseberangan dengan KPK, hampir dapat dipastikan selama bekerja pansel akan dipenuhi sikap pro-kontra. Akibatnya, pansel sulit bekerja secara kondusif dan optimal menemukan figur yang tepat menjadi pemimpin KPK untuk empat tahun ke depan.

Jauh di balik itu semua, Jokowi berupaya menunjukkan kejeliannya dalam mengisi sebuah lembaga yang sejak lama menjadi rebutan banyak kepentingan. Bagaimanapun, bilamana pansel diisi figur yang mengundang pro-kontra, suasana tersebut sangat mungkin memicu pembelahan dukungan kekuatan partai politik DPR. Artinya, dengan diisi nama-nama yang jauh dari sikap pro-kontra, Presiden Jokowi berupaya menghindari kemungkinan adanya pembelahan dukungan terhadap hasil kerja pansel.

Calon terbaik

Melihat komposisi susunan keanggotaannya, salah satu kekuatan pansel sembilan srikandi ini tidak satu pun di antara mereka berasal dari lembaga penegak hukum yang memiliki hubungan dengan KPK. Pengalaman proses seleksi periode tahun 2011, misalnya, anggota pansel disusun dengan mempertimbangkan mereka yang (pernah) berasal dari institusi kepolisian dan kejaksaan. Karena itu, dalam proses seleksi acap kali terjadi pemeliharaan kepentingan di antara sesama anggota pansel. Meski masih berada dalam rentang kendali sesama anggota pansel, perbedaan institusi tersebut juga menimbulkan pembelahan cara pandang dalam memutuskan calon.

Dengan komposisi saat ini, mereka yang tergabung dalam sembilan srikandi bisa keluar dari jebakan kepentingan institusi asal sebagaimana pengalaman beberapa pansel sebelumnya. Artinya, komposisi Pansel 2015 memberi peluang menghadirkan pemimpin KPK terbaik yang minimal memiliki empat kriteria utama, yaitu integritas (integrity), tak diragukan keberanian memberantas korupsi, kemampuan (capacity), dan mempunyai jiwa kepemimpinan (leadership). Kalau mau ditambahkan, memiliki kemampuan persuasi menghadapi berbagai tekanan kepada KPK.

Paling tidak, dengan komposisi anggota yang berasal dari luar institusi penegak hukum, perdebatan di sekitar keniscayaan adanya representasi calon dari jaksa dan polisi dapat diminimalkan. Merujuk pengalaman menjadi anggota Pansel Pemimpin KPK 2011, pertemuan awal kami hampir saja terjebak dalam pembahasan soal representasi lembaga penegak hukum. Jalan keluar yang disepakati ketika itu, pemilihan calon tidak didasarkan pada asal instansi, tetapi calon terbaik yang memenuhi empat kriteria di atas.

Sekalipun tidak pernah dinyatakan secara eksplisit, kesepakatan pansel tersebut mendapat dukungan dari DPR. Buktinya, walaupun pansel menghasilkan calon yang jika dilacak ke belakang berasal dari kepolisian dan kejaksaan, hasil pemungutan suara di Komisi III DPR, calon yang berasal dari kepolisian tidak terpilih. Dengan melihat proses tersebut, perdebatan ihwal representasi kepolisian dan kejaksaan tidak relevan dibahas dan dibongkar kembali. Sepanjang memenuhi kriteria di atas, asal instansi menjadi tidak penting.

Dalam batas-batas tertentu, isu di sekitar keterwakilan ini perlu menjadi catatan Pansel KPK 2015 karena mulai muncul sejumlah wacana yang dapat berujung pada debat bahwa calon harus ada yang berasal dari polisi dan jaksa. Misalnya, saat merespons Pansel KPK 2015, Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti berharap ada bekas polisi yang menjadi pimpinan KPK (Kompas.com, 21/5). Kalau ini tidak disikapi secara benar, pihak kejaksaan sangat mungkin berpandangan yang sama.

Oleh karena itu, sepanjang memenuhi kriteria yang dikemukakan di atas dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, calon pemimpin KPK bisa berasal dari mana saja. Selain itu, pansel jangan terpengaruh dengan psy-war yang berpotensi menghasilkan calon bukan yang terbaik. Misalnya, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso meminta pansel tidak memilih calon yang asal tangkap orang yang dianggap melakukan korupsi (Tempo.com, 24/5). Sekiranya terjebak dengan psy-war seperti ini, sangat mungkin pansel hanya akan menghasilkan calon yang memilih bermain aman (safety player).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com