JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara, As'ad Said Ali, mengatakan bahwa anak-anak yang direkrut kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS atau ISIS) merupakan potensi ancaman baru. Negara harus segera mengambil langkah tegas untuk mengantisipasi semakin berkembangnya potensi ancaman tersebut.
"Lima tahun lagi mereka sudah bisa jadi alat perang, apalagi dengan janji-janji masuk surga itu," kata As'ad di Jakarta, Minggu (22/3/2015).
Menurut dia, perlu ada revisi atas sejumlah aturan untuk mengantisipasi pertumbuhan ISIS di Tanah Air, seperti UU Antiteror, UU tentang hukum pidana, dan UU Kewarganegaraan. UU Antiteror perlu diperkuat agar pertumbuhan kelompok radikal dapat ditekan. Namun, penguatan UU tersebut berpotensi mendapat penolakan dari sejumlah aktivis seperti aktivis pro-demokrasi dan aktivis HAM.
"Sekarang kita tinggal pilih, mau UU Antiteror kita yang lemah atau kedaulatan NKRI yang lemah," katanya.
Adapun revisi atas UU Kewarganegaraan dan UU KUHP diharapkan dapat memperjelas tindakan apa saja yang dapat disebut dengan tindakan makar. Menurut dia, apa yang kini dilakukan relawan asal Indonesia yang berjuang bersama ISIS termasuk perbuatan makar.
"Kalau di KUHP perlu dirinci lagi soal tindakan warga negara yang tidak mau pulang ke Indonesia, bagaimana hukumannya. Kalau sudah pulang, bagaimana hukumannya, itu harus dirinci," ujarnya.
Sebelumnya, sebuah video pelatihan perang yang diadakan ISIS dengan peserta anak-anak beredar di laman YouTube. Anak-anak itu diduga merupakan keturunan Indonesia. Video berdurasi 2 menit 12 detik itu menggambarkan belasan anak-anak belia berusia belasan tahun dilatih bela diri dan menggunakan senjata dan diberikan pendidikan daulah islamiyah. (Baca Beredar Video ISIS Latih Anak-anak Indonesia)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.