Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Bawah Umur di Nias Divonis Mati, "Fair Trial" Indonesia Dianggap Lemah

Kompas.com - 20/03/2015, 22:17 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Senior Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara, menilai bahwa Indonesia gagal menerapkan prinsip peradilan yang adil atau fair trial dalam memutuskan vonis mati seseorang. Anggara mencontohkan kasus anak di bawah umur di Nias yang divonis mati dengan tuduhan pembunuhan berencana.

Padahal, dalam Sidang Dewan HAM PBB Sesi ke-28 yang dilaksanakan pada 4 Maret 2015, di Markas Besar PBB Jenewa, dinyatakan bahwa seluruh putusan pidana mati di Indonesia telah sesuai dengan prinsip fair trial.

"Putusan Yusman Telaumbanua secara total telah menghapus anggapan itu, bahwa harus disadari dan diakui peradilan di Indonesia belum sepenuhnya memenuhi prinsip fair trial," ujar Anggara melalui siaran pers, Jumat (20/3/2015).

Anggara menilai, Yusman yang masih termasuk usia anak-anak tidak dapat dihukum mati. Berdasarkan hukum Internasional, merujuk pada Pasal 37 (a) Konvensi Hak Anak dan Pasal 6 ayat (5) Konvenan Hak Sipil dan Politik, hukuman mati dan hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan pada anak.

Selain itu, kata Anggara, dalam kasus Yusman diduga terjadi pelanggaran hak anak. Sebagai anak di bawah umur, Yusman semestinya diperiksa dalam sidang tertutup dan khusus anak.

"Namun berdasarkan fakta yang ditemukan, semua proses yang dihadapi Yusman Telaumbanua disamakan dengan peradilan terdakwa usia dewasa," kata Anggara.

Anggara mengatakan, Yusman tidak mendapatkan bantuan hukum yang layak selama proses hukumnya berjalan. Padahal, berdasarkan Pasal 3 huruf c UU SPPA diatur ketentuan bahwa Anak berhak memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif. Alih-alih meminta keringanan hukuman untuk kliennya, kuasa hukun Yusman malah meminta kliennya dihukum mati.

"Parahnya hakim tidak merespon persoalan ini. Bahkan, Jaksa Agung HM Prasetyo mendasarkan alasan pernyataan advokat Yusman Telaumbanua sebagai dasar tidak adanya rekayasa kasus dalam kasus tersebut," ujar Anggara.

Oleh karena itu, ICJR meminta memerintah merespon cepat kasus Yusman dan bersedia "pasang badan" menjawab seluruh keraguan terkait fair trial di Indonesia. Pemerintah pun diminta segera melakukan upaya hukum seperti PK dan Kasasi untuk Yusman.

"Untuk seluruh kasus pidana mati, pemerintah harus segera memastikan tidak ada keraguan terkait isu fair trial dalam kasus-kasus yang selama ini ada," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com