"Tidak ada untungnya berperang, makanya kami mengajak islah," kata Dimyati, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/2/2015).
Pernyataan Dimyati terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mengesahkan kepengurusan PPP versi Muktamar Surabaya yang dipimpin Romahurmuziy.
Dimyati mengungkapkan, ia tak mengerti mengapa kubu Romahurmuziy belum menunjukkan itikad baik untuk islah. Padahal, kata Dimyati, PPP Romahurmuziy tak punya peluang untuk mendapatkan jabatan strategis di parlemen mau pun pemerintahan.
"Nyari apa lagi sih, semua sudah penuh. Saya enggak ngerti kenapa kubu sana tidak mau islah," ujarnya.
Ia menekankan, peluang islah terbuka lebar seandainya kubu Romahurmuziy membuka ruang untuk berkomunikasi. Dimyati mengatakan, semua persoalan yang mengganjal dapat diselesaikan dengan negosiasi, khususnya mengenai pembagian kursi ketua umum dan sekretaris jenderal PPP.
"Soal ketum bisa dibicarakan dengan elegan, win-win lah. Kalau perlu ketumnya dua, kan tidak apa-apa, yang penting nyatu," katanya sambil tertawa.
Seperti diketahui, konflik PPP muncul setelah Suryadharma Ali dan Romahurmuziy berbeda pandangan mengenai sikap politik PPP saat pemilu lalu. Kubu Suryadharma menggelar Muktamar di Jakarta dan menetapkan Djan Faridz sebagai Ketua Umum PPP, sementara Romahurmuziy ditetapkan sebagai Ketua Umum PPP dalam Muktamar di Surabaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.