Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Bentuk Panel untuk Investigasi Hakim Sarpin yang Menangkan Budi Gunawan

Kompas.com - 20/02/2015, 14:59 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial mulai bergerak mendalami laporan atas hakim Sarpin Rizaldi yang meloloskan gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan. KY segera membentuk panel yang akan menyelidiki Sarpin.

"Pak Parman (Ketua KY) katanya akan bentuk panel," ujar Komisioner KY Abbas Said di istana kepresidenan, Jumat (20/2/2015).

Abbas mengatakan panel nantinya yang akan menindaklanjuti aduan masyarakat atas hakim Sarpin. Setelah itu, rapat pleno komisiner KY yang akan merumuskan keputusan dari aduan dan penyelidikan yang telah dilakukan.

"Kalau ada pelanggaran kode etik, pasti (ada sanksi). Maka nanti direkomendasikan ke Mahkamah Agung," kata Abbas.

Abbas mengaku KY tak bisa langsung memutuskan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Sarpin dengan menilik putusan terdahulu pada hakim Suko Harsono yang membatalkan status tersangka kasus Chevron, Bachtiar Abdul Fatah. Meski ada kemiripan, dia menegaskan bahwa setiap kasus biasanya memiliki ciri khasnya masing-masing.

"Nah iya, macam dulu kan Chevron hakimnya diberikan sanksi. dipindahkan mungkin ke tempat lain yang jauh. Saya nggak tahu apakah kasusnya sama atau nggak karena masing-masing punya ciri khasnya," kata dia.

Dugaan melanggar 

Sebelumnya, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki menduga adanya pelanggaran kode etik dalam putusan yang dilakukan hakim Sarpin. Dia menilai putusan hakim Sarpin akan menimbulkan permasalahan hukum yang berbelit. Ketidakpastian hukum dapat terjadi akibat putusan Sarpin yang membatalkan penetapan tersangka. (Baca: Ketua KY: Putusan Praperadilan Budi Gunawan Mengkhawatirkan)

"Putusan ini mengkhawatirkan terjadinya keruwetan hukum dan bertentangan dengan semangat Mahkamah Agung (MA) soal konsistensi putusan," ujar Suparman, saat menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim Sarpin Rizaldi, oleh Koalisi Masyarakat Sipil, Selasa (17/2/2015).

Suparman berpendapat praperadilan tidak bisa membatalkan status seorang tersangka. Sehingga, keputusan Sarpin diduga melanggar pasal 77 KUHAP. Di dalam pasal itu dicantumkan objek praperadilan secara definitif yakni: (a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan (b) ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Sebelumnya, Suparman juga mengungkapkan, KY akan lebih berperan agar tidak ada dampak buruk dari putusan hakim Sarpin yang dianggap janggal dalam persidangan praperadilan Budi Gunawan. (Baca: Komisi Yudisial Kaji Antisipasi "Chaos" Praperadilan akibat Putusan Budi Gunawan)

"KY lebih akan berperan ke dampaknya. Sebab bisa timbul chaos, banyak kasus tertunda karena praperadilan," ucapnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com